MENGANALISIS
MUNCULNYA GERAKAN ISLAM MODERN DI INDONESIA
oleh Zainul Khikam
PENDAHULUAN
Dengan
banyaknya perbedaan yang muncul pada saat itu, banyak pula dikalangan orang
islam sendiri yang mempunyai perbedaan pemikiran, baik dari segi ibadah maupun
‘amaliyah, namun setiap perbedaan pemikiran tersebut mempunyai alasan yang kuat
masing-masing. Sehingga tak boleh mengklaim mana yang benar dan mana yang
salah.
Dekade
selanjutnya muncullah beberapa organisasi islam yang dengannya memperjuangkan
atau mensosialisasikan pemahaman mereka yang dianggap sesuai untuk warga
indonesia, tulisan itu mencoba menganalisis munculnya gerakan islam modern di
Indonesia beserta sedikit perbedaan pemahaman antar organisasi islam yang ada
di Indonesia.
PEMBAHASAN
- Munculnya Gerakan Keagamaan (Islam)
Pembaharuan
dalam Islam atau gerakan modern Islam yang lahir di Timur Tengah sangat
berpengaruh terhadap gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Pengaruh tersebut
seperti munculnya berbagai organisasi dan kelembagaan modern di Indonesia pada
awal abad ke- 20. Organisasi atau kelembagaan dimaksud yaitu Jamiatul Khair
(1905) yang bertujuan izzul Islam wal Muslimin kejayaan Islam dan umatnya
dengan gerakannya yaitu mendirikan sekolah tingkat dasar dan mengirimkan anak
muda berprestasi ke Turki. Al Irsyad, yaitu bergerak dalam bidang pendidikan
pendirinya adalah Syekh Ahmad Sorkati dan para pedagang. Muhammadiyah, yaitu
didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 18 november 1912 di Jogjakarta dengan
tujuan Menggapai Surga dengan ridha Allah SWT dan mencapai masyarakat yang
aman, damai, makmur, sejahtera dan bahagia disertai dengan nikmat Allah yang
melimpah ruah dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur.
Persatuan
Islam didirikan oleh Ahmad Hasan dan M. Natsir di Bandung tahun 1920, kegiatan
utamanya tabligh, khotbah dan penerbitan guna memurnikan syari’at Islam. SDI
(Syarikat Dagang Islam) didirikan oleh Haji Saman Hudi di Solo tahun 1911. SDI
diubah menjadi PSI (Partai Serikat Islam ) dan tahun 1929 diubah lagi menjadi
PSII (Partai Serikat Islam Indonesia), semula bergerak dalam ekonomi dan
keagamaan kemudian berubah menjadi kegiatan politik. NU (Nahdhatul Ulama) yaitu
didirikan oleh KH Hasyim Asy’ ari tanggal 13 januari 1926 di Surabaya dengan
tujuan membangkitkan semangat juang para ulama di Indonesia. Matla’ul Anwar,
pendirinya adalah KH Yasin pada tahun 1905 di Banten dengan kegiatanyya berupa
sosial keagamaan dan pendidikan. Perti (Pergerakan Tarbiyah) didirikan oleh
Syekh Sulaiman Ar Rasuli pada tahun 1928 di Sumatera Barat. Kegiatannya
bergerak dalam bidang pendidikan, memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul
serta taklid umat Islam.[1]
Dapat ditengarai dengan melihat sejarah, di mana
selama dua atau dua setengah abad setelah Nabi Muhammad saw. wafat ortodoksi
sunni mengalami kristalisasi setelah bergelut dengan aliran khawarij,
mu’tazilah dan syi’ah. Pergulatan ini berlangsung hingga abad ketiga belas. Dan
setelah itu meraja lelanya bid’ah dan
khurafat di kalangan umat telah membuat sebagian umat buta terhadap ajaran-
ajaran Islam orisinil, yaitu ajaran yang tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam situasi umat yang dekaden seperti itu, maka tampillah seorang pembaharu
Islam, yaitu Ibnu Taimiyah pada peralihan abad 13 ke 14.
Ibnu Taimiyah adalah salah seorang bapak tajdid atau
reformer Islam. Beliau melakukan kritik
yang tajam tidak saja ke arah sufi dan para filosof yang mendewakan rasio-nya,
tapi juga kepada teologi Asy’ariyah yang cenderung pasrah terhadap
kehendak Tuhan. Kritik Ibnu Taimiyah selalu dibarengi dengan seruannya agar
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, serta memahami kembali kedua sumber Islam
itu dengan landasan ijtihad. Pintu ijtihad yang seolah-olah sudah ditutup pada
waktu itu didobrak oleh Ibnu Taimiyah sambil menandaskan bahwa rekonstruksi
Islam hanya dapat dilakukan dengan menghidupkan semangat ijtihad. [2]
Gerakan Islam di Indonesia sampai pada abad kesembilan
belas mempunyai pola yang bersifat komunal. Para tokoh pemimpin Islam
menggunakan solidaritas pedesaan, solidaritas petani misalnya, untuk
menggerakkan perlawanan terhadap penjajah. Meminjam istilah sosiologi dari
Durkheim, solidaritas semacam ini disebut solidaritas mekanis, suatu
solidaritas yang terdapat dalam masyarakat komunal. Solidaritas semacam ini
memang berakar pada struktur masyarakat agraris, dan biasanya berpusat pada
sekitar tokoh- tokoh kharismatis. Pola gerakan komunal dengan menggunakan
solidaritas mekanis seperti ini bersifat sangat lokal. Kendatipun kadangkala
diantara gerakan yang satu dengan gerakan yang lain terdapat suatu jaringan,
tetapi jaringan tersebut lebih terbentuk karena solidaritas komunal yang
bersifat mekanis seperti itu, bukan karena perikatan asosiasional. Ikatan jaringan
seperti itu terbentuk karena hubungan darah, perkawinan silang atau hubungan
perguruan. Jadi belum diikat oleh jaringan yang lebih bersifat organis.
Munculnya Sarikat Dagang Islam pada awal abad kedua puluh, menandakan
dimulainya babak baru dalam gerakan Islam di Indonesia. Ciri pokok pergerakan
Islam pada babak ini adalah bahwa tokoh-tokohnya tidak lagi berlatar belakang
pedesaan, tapi merupakan wakil dari kelas menengah perkotaan. Bentuk
organisasinya-pun sudah modern. Demikianlah, organisasi- organisasi yang muncul
setelah itu hampir seluruhnya menggunakan cara- cara modern, kendati harus
dicatat adanya perbedaan orientasi gerakan diantara mereka. Berbeda misalnya dengan
SDI (SI), Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih menampilkan
diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban- beban kultural Islam yang
terkena pengaruh budaya agraris. Consern terbesar yang melatar belakangi
timbulnya gerakan ini adalah untuk membersihkan Islam dari simbol- simbol agama
yang terbentuk dalam tradisi agraris seperti misalnya hawl, manaqib, barzanji
dan semacamnya. Bagi Muhammadiyah symbolic formation semacam ini adalah bid’ah. [3]
Dari orientasi yang bersifat keagamaan semacam itu,
kita bisa menilai bahwa Muhammadiyah berupaya untuk melakukan pembaharuan
kualitatif yang bersifat keagamaan. Dengan semangat kembali kepada Al Qur’an
dan Hadits, Muhammadiayh berupaya keras untuk memurnikan agama dan
menghilangkan pengaruh- pengaruh kultural dan simbol- simbol yang tidak relevan
dengan Islam, agar dapat lebih dinamis dalam suasana sosial dan kultural yang
baru.
Kemunculan Nahdhatul Ulama (NU) juga tidak terlepas
dari pada masalah basis sosial ini. Sesungguhnya NU lahir karena reaksi
terhadap dua hal. Pertama, ia merupakan reaksi terhadap politisasi agama
yang dlakukan oleh Syarekat Islam (SI), dan kedua merupakan reaksi
terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Berbeda dengan SI dan Muhammadiyah,
NU sebenarnya bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi
Islam agraris dengan solidaritas mekanis komunalnya. Tampak sekali bahwa
concern terbesar NU adalah pada upaya- upaya yang lebih utilitarian
dalam pengertian peribadatan semata. Itu sebabnya ia menolak
kecenderungan SI untuk mobilisasi politik. Disamping itu, karena
karakteristik NU adalah paternalisme kiai dan berorientasi kuat pada
mazhab, maka ia menolak gerakan Muhammadiyah yang anti paternalisme dan
non mazhab. Tetapi perbedaan yang lebih mendasar antara SI dan Muhammadiyah
di satu pihak, dengan NU di pihak lain sesungguhnya adalah karena
keduanya mempunyai basis sosial yang berbeda. NU bagaimanapun tetap
mewakili tradisi masyarakat komunal agraris yang dijalin dalam ikatan-
ikatan solidaritas mekanis paternalistik. Di lain pihak SI dan
Muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat
urban, pedagang, dengan ikatan- ikatan solidaritas organis partisipatif.
Itu sebabnya, jika NU mengembangkan gerakannya dengan menggunakan
lembaga- lembaga dan jaringan- jaringan lama, maka SI dan Muhammadiyah
menciptakan lembaga- lembaga dan tradisitradisi baru dengan jaringan
yang bersifat organis dan asosiasional.[4]
- Islam Kultural Dan Fundamental
Pada dasarnya, gerakan islam yang muncul di Indonesia
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu islam Kultural dan islam Fundamental. Islam
kultural sebagaimana digagas oleh Abdurrahman Wakhid dengan sebutan pribumisasi
islam pada tahun 1980-an.[5]
Ketidakpuasan-ketidakpuasan politik,
ekonomi, urbanisasi, krisis moral dan seksualitas di dunia moderen, menjadi
faktor-faktor yang signifikan bagi kelahiran gerakan-gerakan fundamentalisme
Islam di seluruh dunia Muslim. Selanjutnya, yang patut digaris bawahi bahwa
gambaran utama dari kebangkitan gerakan Islam (Islamic Movements) adalah
gagasan mengenai “political Islam”.
Sejalan dengan meningkatnya proses modernisasi dan
globalisasi, kebijakan marginalisasi Islam politik tampaknya tidaklah bisa
dipertahankan terus-menerus oleh negara. Ada saat-saat ketika negara mengalami
apa yang disebut krisis legitimasi, yang semakin meluas sejak awal 1990-an.
Krisis itu terjadi terutama ketika janji-janji modernisasi dan pembangunan
gagal dipenuhi oleh negara. Untuk mencegah meluasnya krisis legitimasi itu,
negara harus 8 mencari pilar-pilar dukungan dan strategi baru. Di antaranya,
negara menjalankan jurus yang terutama diarahkan pada penonjolan simbol-simbol
agama di dalam wacana publik dan kenegaraan serta mengakomodasi
kekuatan-kekuatan sosial-politik keagamaan. Bermunculanlah
organisasi-organisasi, isntitusi-institusi dan berbagai hal lainnya yang bersimbolkan
Islam. Fundamentalisme Islam Indonesia direpresentasikan oleh gerakan islam seperti
Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir, Laskar Jihad, Forum Ukhuwah Umat
Islam (FKUI), Kelompok Tarbiyah, Dewan Dakwah Islamiyah,
MUI dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Gerakan Islam
ini menawarkan Syari’at Islam sebagaimana yang mereka pahami sebagai solusi
untuk mengatasi problem kebangsaan. Mereka sepekat bahwa akar dari keterpurukan
bangsa Indonesia adalah lepasnya akar tunjang akidah dan syariat Islam dalam kehidupan
bangsa, khususnya kaum muslim Indonesia sebagai kelompok mayoritas di negeri
ini
Bagi Islam fundamentalis Al-Quran dan as-Sunnah adalah
the way of life yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pandangan
mereka terhadap teks-teks agama (nash) terkesan sangat tekstual
dan rigid. Sehingga para pengamat islam mendefinisikan mereka
sebagai skripturalisme. Rujukan mereka dalam memahami Islam tidak lepas
dari pemahaman ulama terdahulu (salaf) seperti Ibnu Taymiyah,
Ibnu Qayim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, 9 Ahmad bin
Hambal dan seluruh tokoh ulama salaf yang dikelompokkan sebagai Ahlul
Hadis.
Liberalisme Islam di Indonesia ini memang belum
menunjukkan ekspresi intelektual keislaman yang mandiri. Mereka lebih
mengeksplorasi
pemikiran Islam liberal yang diimpor dari dunia Islam lain. Tokoh-tokoh
Islam liberal seperti Musthafa Abdul Raziq, Fazlur Rahman, Mohammad
Arkoun,Hasan Hanafi, Nashr Abu Zaid, Hasan Hanafi, Muhammad Abeed al-Jabiri,
dan Abdul Karim Soroush merupakan idola mereka. Tidak jarang artikulasi intelektualitas
gerakan liberalisme Islam Indonesia ini merepresentasikan pemikiran para tokoh
pemikir muslim liberal tersebut. Liberalisme Islam Indonesia berorientasi pada
ranah kultural. Mereka mengkonsolidasikan gagasan-gagasannya memlalui forum-forum
ilmiah dan media massa. Mereka agak kurang tertarik dalam wilayah politik.
Mereka menjaga jarak dengan kekuatan-kekuatan politik praktis.[6]
KESIMPULAN
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam yang lahir di Timur
Tengah sangat berpengaruh terhadap gerakan kebangkitan Islam di Indonesia.
Keterpengaruhan itu terbukti dengan munculnya beberapa gerakan keislaman yang
bermoduskan mensejahterakan masyarakat dan menolak kolonialisme.
Memang munculnya gerakan ini dimonotori oleh kejamnya kolonial Belanda pada
saat Indonesia dijajah. Organisasi-organisasi ini muncul demi membela warga
yang tertindas begitu juga ingin mengislamisasikan bumi Indonesia. Namun apa
yang dilakukan oleh mereka banyak menuai perdebatan yang akhirnya timbul
berbagi gerakan-gerakan islam lainya yang sama juga bermoduskan sebagai
pengayom bagi masyarakat.
Hal ini pun tak henti-hentinya sampai sekarang. Hingga mereka membawa
ideologi mereka masing-masing, yang dianut oleh sebagian kalangan Muslim
pribumi. Hingga akhirnya muncul dengan sangat pesatnya gerakan-gerakan islam
baik yang mempertahankan kultur pribumi Indonesia ataupun ingin
memodernisasikan keislaman di Indonesia. Demikian sedikit pemaparan yang dapat
saya sampaikan pada kesempatan kali ini, besar harapan semoga apa yang ada saat
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan apabila banyak kekurangan itulah
sifat kami sebagai manusia, namun kami sudah berusaha sebisannya, akhirnya rasa
terimakasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang sudah mau mengkritisi
makalah saya, begitu juga kepada ibu Dosen yang sudah berkenan memberi masukan
serta mengarahkan diskusi-diskusi kami.
Wallahu
a’lam bi as-shawab
DAFTAR PUSTAKA
ü John J. Donohue, John l. Esposito, Islam dan
Pembaharuan Ensiklopedi masalah- masalah, Yogyakarta, 1984.
ü Zaeny, Transformasi Sosial Dan Gerakan Islam
Di Indonesia, Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 1 Nomer
2. Juni 2005 (153-165)
ü Irmayanti
Meliono, Islam Kultural Dan Islam Fundamental, PROSIDING ICSSIS 2011 - Revisi
29 Oktober 2011.
ü Artikel
Perkembangan
Islam Masa Modern (1800 – Sekarang), Akses Tgl 17 Oktober 2012 waktu
18:07.
ü Executife Summary,Studi Terhadap Munculnya Gerakan
Islam Fundamental Dan Islam Liberal Di Indonesia, Http://
studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia.
Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB.
[1] Artikel Perkembangan Islam Masa Modern (1800 – Sekarang), Akses Tgl 17 Oktober 2012 waktu 18:07. Hlm. 5
[2] John J. Donohue, John l. Esposito, Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi masalah-
masalah, Yogyakarta, 1984. Hlm. IX
[3]
A. Zaeny, Transformasi Sosial Dan Gerakan Islam Di Indonesia, Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 1 Nomer 2. Juni 2005(153-165).
hlm.163 lihat juga Executife Summary,Studi
Terhadap Munculnya Gerakan Islam Fundamental Dan Islam Liberal Di
Indonesia,Http://
studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia.
Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB. Hlm. 3-6
[4] Ibid. 163-164
[5] Irmayanti Meliono, Islam
Kultural Dan Islam Fundamental, PROSIDING ICSSIS 2011 - Revisi 29 Oktober
2011. Hlm. 292
[6]
Executife Summary,Studi Terhadap Munculnya Gerakan Islam Fundamental Dan
Islam Liberal Di Indonesia,Http:// studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia.
Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB. Hlm. 7-9
1 komentar:
cemont
Posting Komentar