Kamis, 11 April 2013

Kajian Historis (Sejarah Islam Indonesia)

MENGANALISIS MUNCULNYA GERAKAN ISLAM MODERN DI INDONESIA
oleh Zainul Khikam

PENDAHULUAN
Dengan banyaknya perbedaan yang muncul pada saat itu, banyak pula dikalangan orang islam sendiri yang mempunyai perbedaan pemikiran, baik dari segi ibadah maupun ‘amaliyah, namun setiap perbedaan pemikiran tersebut mempunyai alasan yang kuat masing-masing. Sehingga tak boleh mengklaim mana yang benar dan mana yang salah.
Dekade selanjutnya muncullah beberapa organisasi islam yang dengannya memperjuangkan atau mensosialisasikan pemahaman mereka yang dianggap sesuai untuk warga indonesia, tulisan itu mencoba menganalisis munculnya gerakan islam modern di Indonesia beserta sedikit perbedaan pemahaman antar organisasi islam yang ada di Indonesia.
PEMBAHASAN
  1. Munculnya Gerakan Keagamaan (Islam)
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam yang lahir di Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Pengaruh tersebut seperti munculnya berbagai organisasi dan kelembagaan modern di Indonesia pada awal abad ke- 20. Organisasi atau kelembagaan dimaksud yaitu Jamiatul Khair (1905) yang bertujuan izzul Islam wal Muslimin kejayaan Islam dan umatnya dengan gerakannya yaitu mendirikan sekolah tingkat dasar dan mengirimkan anak muda berprestasi ke Turki. Al Irsyad, yaitu bergerak dalam bidang pendidikan pendirinya adalah Syekh Ahmad Sorkati dan para pedagang. Muhammadiyah, yaitu didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tanggal 18 november 1912 di Jogjakarta dengan tujuan Menggapai Surga dengan ridha Allah SWT dan mencapai masyarakat yang aman, damai, makmur, sejahtera dan bahagia disertai dengan nikmat Allah yang melimpah ruah dengan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur.
Persatuan Islam didirikan oleh Ahmad Hasan dan M. Natsir di Bandung tahun 1920, kegiatan utamanya tabligh, khotbah dan penerbitan guna memurnikan syari’at Islam. SDI (Syarikat Dagang Islam) didirikan oleh Haji Saman Hudi di Solo tahun 1911. SDI diubah menjadi PSI (Partai Serikat Islam ) dan tahun 1929 diubah lagi menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia), semula bergerak dalam ekonomi dan keagamaan kemudian berubah menjadi kegiatan politik. NU (Nahdhatul Ulama) yaitu didirikan oleh KH Hasyim Asy’ ari tanggal 13 januari 1926 di Surabaya dengan tujuan membangkitkan semangat juang para ulama di Indonesia. Matla’ul Anwar, pendirinya adalah KH Yasin pada tahun 1905 di Banten dengan kegiatanyya berupa sosial keagamaan dan pendidikan. Perti (Pergerakan Tarbiyah) didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli pada tahun 1928 di Sumatera Barat. Kegiatannya bergerak dalam bidang pendidikan, memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul serta taklid umat Islam.[1]
Dapat ditengarai dengan melihat sejarah, di mana selama dua atau dua setengah abad setelah Nabi Muhammad saw. wafat ortodoksi sunni mengalami kristalisasi setelah bergelut dengan aliran khawarij, mu’tazilah dan syi’ah. Pergulatan ini berlangsung hingga abad ketiga belas. Dan setelah itu meraja lelanya bid’ah  dan khurafat di kalangan umat telah membuat sebagian umat buta terhadap ajaran- ajaran Islam orisinil, yaitu ajaran yang tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam situasi umat yang dekaden seperti itu, maka tampillah seorang pembaharu Islam, yaitu Ibnu Taimiyah pada peralihan abad 13 ke 14.
Ibnu Taimiyah adalah salah seorang bapak tajdid atau reformer  Islam. Beliau melakukan kritik yang tajam tidak saja ke arah sufi dan para filosof yang mendewakan rasio-nya, tapi juga kepada teologi Asy’ariyah yang cenderung pasrah terhadap kehendak Tuhan. Kritik Ibnu Taimiyah selalu dibarengi dengan seruannya agar kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, serta memahami kembali kedua sumber Islam itu dengan landasan ijtihad. Pintu ijtihad yang seolah-olah sudah ditutup pada waktu itu didobrak oleh Ibnu Taimiyah sambil menandaskan bahwa rekonstruksi Islam hanya dapat dilakukan dengan menghidupkan semangat ijtihad. [2]
Gerakan Islam di Indonesia sampai pada abad kesembilan belas mempunyai pola yang bersifat komunal. Para tokoh pemimpin Islam menggunakan solidaritas pedesaan, solidaritas petani misalnya, untuk menggerakkan perlawanan terhadap penjajah. Meminjam istilah sosiologi dari Durkheim, solidaritas semacam ini disebut solidaritas mekanis, suatu solidaritas yang terdapat dalam masyarakat komunal. Solidaritas semacam ini memang berakar pada struktur masyarakat agraris, dan biasanya berpusat pada sekitar tokoh- tokoh kharismatis. Pola gerakan komunal dengan menggunakan solidaritas mekanis seperti ini bersifat sangat lokal. Kendatipun kadangkala diantara gerakan yang satu dengan gerakan yang lain terdapat suatu jaringan, tetapi jaringan tersebut lebih terbentuk karena solidaritas komunal yang bersifat mekanis seperti itu, bukan karena perikatan asosiasional. Ikatan jaringan seperti itu terbentuk karena hubungan darah, perkawinan silang atau hubungan perguruan. Jadi belum diikat oleh jaringan yang lebih bersifat organis. Munculnya Sarikat Dagang Islam pada awal abad kedua puluh, menandakan dimulainya babak baru dalam gerakan Islam di Indonesia. Ciri pokok pergerakan Islam pada babak ini adalah bahwa tokoh-tokohnya tidak lagi berlatar belakang pedesaan, tapi merupakan wakil dari kelas menengah perkotaan. Bentuk organisasinya-pun sudah modern. Demikianlah, organisasi- organisasi yang muncul setelah itu hampir seluruhnya menggunakan cara- cara modern, kendati harus dicatat adanya perbedaan orientasi gerakan diantara mereka. Berbeda misalnya dengan SDI (SI), Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban- beban kultural Islam yang terkena pengaruh budaya agraris. Consern terbesar yang melatar belakangi timbulnya gerakan ini adalah untuk membersihkan Islam dari simbol- simbol agama yang terbentuk dalam tradisi agraris seperti misalnya hawl, manaqib, barzanji dan semacamnya. Bagi Muhammadiyah symbolic formation semacam ini adalah bid’ah. [3]
Dari orientasi yang bersifat keagamaan semacam itu, kita bisa menilai bahwa Muhammadiyah berupaya untuk melakukan pembaharuan kualitatif yang bersifat keagamaan. Dengan semangat kembali kepada Al Qur’an dan Hadits, Muhammadiayh berupaya keras untuk memurnikan agama dan menghilangkan pengaruh- pengaruh kultural dan simbol- simbol yang tidak relevan dengan Islam, agar dapat lebih dinamis dalam suasana sosial dan kultural yang baru.
Kemunculan Nahdhatul Ulama (NU) juga tidak terlepas dari pada masalah basis sosial ini. Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap dua hal. Pertama, ia merupakan reaksi terhadap politisasi agama yang dlakukan oleh Syarekat Islam (SI), dan kedua merupakan reaksi terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Berbeda dengan SI dan Muhammadiyah, NU sebenarnya bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi Islam agraris dengan solidaritas mekanis komunalnya. Tampak sekali bahwa concern terbesar NU adalah pada upaya- upaya yang lebih utilitarian dalam pengertian peribadatan semata. Itu sebabnya ia menolak kecenderungan SI untuk mobilisasi politik. Disamping itu, karena karakteristik NU adalah paternalisme kiai dan berorientasi kuat pada mazhab, maka ia menolak gerakan Muhammadiyah yang anti paternalisme dan non mazhab. Tetapi perbedaan yang lebih mendasar antara SI dan Muhammadiyah di satu pihak, dengan NU di pihak lain sesungguhnya adalah karena keduanya mempunyai basis sosial yang berbeda. NU bagaimanapun tetap mewakili tradisi masyarakat komunal agraris yang dijalin dalam ikatan- ikatan solidaritas mekanis paternalistik. Di lain pihak SI dan Muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat urban, pedagang, dengan ikatan- ikatan solidaritas organis partisipatif. Itu sebabnya, jika NU mengembangkan gerakannya dengan menggunakan lembaga- lembaga dan jaringan- jaringan lama, maka SI dan Muhammadiyah menciptakan lembaga- lembaga dan tradisitradisi baru dengan jaringan yang bersifat organis dan asosiasional.[4]
  1. Islam Kultural Dan Fundamental
Pada dasarnya, gerakan islam yang muncul di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu islam Kultural dan islam Fundamental. Islam kultural sebagaimana digagas oleh Abdurrahman Wakhid dengan sebutan pribumisasi islam pada tahun 1980-an.[5]
      Ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, ekonomi, urbanisasi, krisis moral dan seksualitas di dunia moderen, menjadi faktor-faktor yang signifikan bagi kelahiran gerakan-gerakan fundamentalisme Islam di seluruh dunia Muslim. Selanjutnya, yang patut digaris bawahi bahwa gambaran utama dari kebangkitan gerakan Islam (Islamic Movements) adalah gagasan mengenai “political Islam”.
Sejalan dengan meningkatnya proses modernisasi dan globalisasi, kebijakan marginalisasi Islam politik tampaknya tidaklah bisa dipertahankan terus-menerus oleh negara. Ada saat-saat ketika negara mengalami apa yang disebut krisis legitimasi, yang semakin meluas sejak awal 1990-an. Krisis itu terjadi terutama ketika janji-janji modernisasi dan pembangunan gagal dipenuhi oleh negara. Untuk mencegah meluasnya krisis legitimasi itu, negara harus 8 mencari pilar-pilar dukungan dan strategi baru. Di antaranya, negara menjalankan jurus yang terutama diarahkan pada penonjolan simbol-simbol agama di dalam wacana publik dan kenegaraan serta mengakomodasi kekuatan-kekuatan sosial-politik keagamaan. Bermunculanlah organisasi-organisasi, isntitusi-institusi dan berbagai hal lainnya yang bersimbolkan Islam. Fundamentalisme Islam Indonesia direpresentasikan oleh gerakan islam seperti Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir, Laskar Jihad, Forum Ukhuwah Umat Islam (FKUI), Kelompok Tarbiyah, Dewan Dakwah Islamiyah,
MUI dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Gerakan Islam ini menawarkan Syari’at Islam sebagaimana yang mereka pahami sebagai solusi untuk mengatasi problem kebangsaan. Mereka sepekat bahwa akar dari keterpurukan bangsa Indonesia adalah lepasnya akar tunjang akidah dan syariat Islam dalam kehidupan bangsa, khususnya kaum muslim Indonesia sebagai kelompok mayoritas di negeri ini
Bagi Islam fundamentalis Al-Quran dan as-Sunnah adalah the way of life yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pandangan mereka terhadap teks-teks agama (nash) terkesan sangat tekstual dan rigid. Sehingga para pengamat islam mendefinisikan mereka sebagai skripturalisme. Rujukan mereka dalam memahami Islam tidak lepas dari pemahaman ulama terdahulu (salaf) seperti Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, 9 Ahmad bin Hambal dan seluruh tokoh ulama salaf yang dikelompokkan sebagai Ahlul Hadis.
Liberalisme Islam di Indonesia ini memang belum menunjukkan ekspresi intelektual keislaman yang mandiri. Mereka lebih mengeksplorasi
pemikiran Islam liberal yang diimpor dari dunia Islam lain. Tokoh-tokoh Islam liberal seperti Musthafa Abdul Raziq, Fazlur Rahman, Mohammad Arkoun,Hasan Hanafi, Nashr Abu Zaid, Hasan Hanafi, Muhammad Abeed al-Jabiri, dan Abdul Karim Soroush merupakan idola mereka. Tidak jarang artikulasi intelektualitas gerakan liberalisme Islam Indonesia ini merepresentasikan pemikiran para tokoh pemikir muslim liberal tersebut. Liberalisme Islam Indonesia berorientasi pada ranah kultural. Mereka mengkonsolidasikan gagasan-gagasannya memlalui forum-forum ilmiah dan media massa. Mereka agak kurang tertarik dalam wilayah politik. Mereka menjaga jarak dengan kekuatan-kekuatan politik praktis.[6]
KESIMPULAN
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam yang lahir di Timur Tengah sangat berpengaruh terhadap gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Keterpengaruhan itu terbukti dengan munculnya beberapa gerakan keislaman yang bermoduskan mensejahterakan masyarakat dan menolak kolonialisme.
Memang munculnya gerakan ini dimonotori oleh kejamnya kolonial Belanda pada saat Indonesia dijajah. Organisasi-organisasi ini muncul demi membela warga yang tertindas begitu juga ingin mengislamisasikan bumi Indonesia. Namun apa yang dilakukan oleh mereka banyak menuai perdebatan yang akhirnya timbul berbagi gerakan-gerakan islam lainya yang sama juga bermoduskan sebagai pengayom bagi masyarakat.
Hal ini pun tak henti-hentinya sampai sekarang. Hingga mereka membawa ideologi mereka masing-masing, yang dianut oleh sebagian kalangan Muslim pribumi. Hingga akhirnya muncul dengan sangat pesatnya gerakan-gerakan islam baik yang mempertahankan kultur pribumi Indonesia ataupun ingin memodernisasikan keislaman di Indonesia. Demikian sedikit pemaparan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini, besar harapan semoga apa yang ada saat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan apabila banyak kekurangan itulah sifat kami sebagai manusia, namun kami sudah berusaha sebisannya, akhirnya rasa terimakasih kami sampaikan kepada segenap pihak yang sudah mau mengkritisi makalah saya, begitu juga kepada ibu Dosen yang sudah berkenan memberi masukan serta mengarahkan diskusi-diskusi kami.
Wallahu a’lam bi as-shawab
DAFTAR PUSTAKA

ü  John J. Donohue, John l. Esposito, Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi masalah- masalah, Yogyakarta, 1984.
ü  Zaeny, Transformasi Sosial Dan Gerakan Islam Di Indonesia, Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 1 Nomer 2. Juni 2005 (153-165)
ü  Irmayanti Meliono, Islam Kultural Dan Islam Fundamental, PROSIDING ICSSIS 2011 - Revisi 29 Oktober 2011.
ü  Artikel Perkembangan Islam Masa Modern (1800 – Sekarang), Akses Tgl 17 Oktober 2012 waktu 18:07.
ü  Executife Summary,Studi Terhadap Munculnya Gerakan Islam Fundamental Dan Islam Liberal Di Indonesia, Http:// studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia. Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB.


[1] Artikel Perkembangan Islam Masa Modern (1800 – Sekarang), Akses Tgl 17 Oktober 2012 waktu 18:07. Hlm. 5
[2] John J. Donohue, John l. Esposito, Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi masalah- masalah, Yogyakarta, 1984. Hlm. IX
[3] A. Zaeny, Transformasi Sosial Dan Gerakan Islam Di Indonesia, Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Vol. 1 Nomer 2. Juni 2005(153-165). hlm.163  lihat juga Executife Summary,Studi Terhadap Munculnya Gerakan Islam Fundamental Dan Islam Liberal Di Indonesia,Http:// studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia. Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB. Hlm. 3-6
[4] Ibid. 163-164
[5] Irmayanti Meliono, Islam Kultural Dan Islam Fundamental, PROSIDING ICSSIS 2011 - Revisi 29 Oktober 2011. Hlm. 292
[6] Executife Summary,Studi Terhadap Munculnya Gerakan Islam Fundamental Dan Islam Liberal Di Indonesia,Http:// studi-terhadap-munculnya-gerakan-islam-fundamental-dan-islam-liberal-di-indonesia. Akses 1 Oktober 2012 jam 21.51 WIB. Hlm. 7-9