Jumat, 08 Maret 2013

BOM BUNUH DIRI : APAKAH JIHAD ATAU TERORISME?



BOM BUNUH DIRI : APAKAH JIHAD ATAU TERORISME?
OLEH : ZAINUL KHIKAM 
LATAR BELAKANG
Bom Bunuh diri akhir-akhir ini memang marak terjadi di Indonesia khususnya, menurut data yang ada, hampir setiap tahun terjadi Bom bunuh diri disetiap wilayah yang disangka-sangka sebagai gembong orang-orang kafir. Begitulah alasan mereka jika ditanya alasan  mengapa mereka melakukan hal tersebut.
Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam jiwa setiap manusia. Allah mengilhami jiwa manusia dengan kedurhakaan dan ketakwaan. Begitu firman Allah dalam surat Asy-Syams ayat 8 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا diri manusia memiliki potensi kebaikan dan keburukan”. Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan kebajikan mengantarkan pada keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan, kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah perjuangan, baik di tingkat individu maupun di tingkat masyarakat dan negara. Demikian itulah ketetapan Ilahi. Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Atau hak kepada yang batil hingga mampu menghancurkannya. Tapi hal itu tak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melalui perjuangan.
Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh. Karena itu al-jihad madhin ila yaum al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga hari kiamat).
Istilah Al-Quran untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya, istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya (Quraish Sihab : Wawasan Al-Qur’an). Begitu juga dengan bom bunuh diri yang akan dimasukkan kedalam arti teror atau jihad.
Bom bunuh diri atau yang disebut oleh pelakunya dengan bom syahid sangat marak akhir-akhir ini. Kalau dulu aksi ini hanya didominasi oleh orang-orang Timur Tengah, sekarang mulai merambah ke Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia Raya ini. Banyak dari kaum muslimin yang merasa senang dengan cara-cara seperti ini, bahkan ada seorang gembong jama'ah takfir dengan semangat mengatakan :
Cara ini akan mengangkat kehinaan kaum muslimin, bom bunuh diri ini akan melemahkan
kekuatan lawan secara psikologis, menimbulkan rasa ketakutan pada musuh ...”
Di lain pihak, realita menunjukkan bahwa cara-cara seperti ini tidak membuat jera orang-orang kafir, bahkan orang kafir semakin membabi buta membantai kaum muslimin di mana-mana. Jika dari kalangan mereka mati sepuluh orang sebab bom bunuh diri ini, mereka membalasnya dengan membantai ratusan kaum muslimin dengan cara-cara yang biadab.
Maka semakin banyak kuantitas bom bunuh diri ini, semakin banyak pula kaum muslimin yang dibantai oleh orang kafir sebagai ungkapan balas dendam mereka.[1] Nah, pembahasan ini sangatlah menarik untuk dikaji, meski sudah tak asing lagi ditelinga kita semua, namun saya kira banyak yang belum mengerti perihal apa saja yang berkaitan dengan ini yaitu terkait jihad dan hal-hal yang terkait dengannya serta hal-hal yang sering disalah artikan oleh kebanyakan orang saat ini.

  1.  Makna Jihad
1.      Menurut Bahasa
Kata jihad berasal dari akar kata “jahadn,yajhadu,jahdu” berarti kesulitan atau beban. “ al-jahdu” juga bermakna kesungguhan dan upaya terakhir[2] seperti firman Allah :
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ جَاءَتْهُمْ آَيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الْآَيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ (109)
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada di sisi Allah." Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman (QS. Al-an’am : 109)[3]
Kata jihad terambil dari kata jahd yang berarti "letih/sukar." Jihad memang sulit dan menyebabkan keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata "juhd" yang berarti "kemampuan". Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan. Dari kata yang sama tersusun ucapan "jahida bir-rajul" yang artinya "seseorang sedang mengalami ujian". Terlihat bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Makna-makna kebahasaan dan maksudnya di atas dapat dikonfirmasikan dengan beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad. Firman Allah berikut ini menunjukkan betapa jihad merupakan ujian dan cobaan: Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang sabar (QS Ali'Imran [3]: 142).[4]
Makna kata “al-jadu dan al-jihad” menurut pengertian bahasa arab seperti dalam kamus lisanul ‘Arab dan kamus al-Muhith yang dikutip oleh amir mahmud dalam bukunya adalah “pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang diinginkan atau menolak yang dibenci.”
Amir mengutip pendapat Abdul Baqi Ramadhun dalam Al-Jihad Sabiluna dijelaskan :
Jihad menurut bahasa berasal dari kata jaahada-yujaahidu-mujaahadatun-wajihaadan. Dengan makna mengarahkan dan mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam wujud perkataan atau perbuatan dalam perang”.
Dalam sebuah hadits disebutkan :
 عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْهِجْرَةِ فَقَالَ لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya tentang hijrah, maka beliau menjawab,' Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah. Yang ada hanya jihad dan niat. Oleh karena itu, apabila diperintahkan untuk berjihad, maka patuhilah!"' {Muslim 6/28}[5]
Dari segi bahasa, secara garis besar, jihad dapat pula diartikan sebagai penyeruan (al-da’wah), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar), penyerangan(ghozwah),pembunuhan(qital),peperangan (harb), Penaklukan(syiar),menahan hawa nafsu (jihad an-nafs), dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.[6]
Jika melihat paparan diatas hemat saya bahwa sesungguhnya pengertian jihad secara bahasa sangatlah luas. Jadi tidak hanya diartikan sebagai peperangan menggunakan senjata, melawan orang-orang kafir, bom bunuh diri dan lain sebagainya sebagaimana banyak orang mengartikannya selama ini.
2.      Menurut istilah syara’[7]
Para fuqaha dari empat madzhab telah bersepakat bahwa makna jihad adalah perang dan membantu semua persiapan perang.
Menurut keterangan sahabat Ibnu Abbas sebagaimana dikutip Amir , perkataan jihad itu artinya :
“Mencurahkan segenap kekuatan dan bukanlah ketakutan untuk membela Allah terhadap cercaan orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusihi”
Jadi dalam islam ada perintah kepada kaum muslimin supaya berjihad fi sabilillah, tetapi jihad itu bukan untuk memaksa manusia supaya memeluk islam, akan tetapi semata-mata untuk mempertahankan diri, melindungi umat islam dalam mengerjakan agamanya, dan untuk melawan dan menahan serangan musuh yang nyata-nyata hendak membunuh cahaya islam dan semangat islam.
  1. Jihad Dalam Pandangan Al-Qur’an
Kata jihad didalam al-Qur’an terulang sebanyak empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya.[8] Menurut Ibnu Faris (w. 395 H) dalam bukunya Mu'jam Al-Maqayis fi Al-Lughah, "Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya."[9]
Menurut Raghib al-Asfahani seperti dikutip oleh fauzan dalam bukunya, bahwa kata Jihad secara umum berarti : 1. Berjuang melawan musuh yang nyata,meliputi melawan orang-orang kafir,munafik, 2. Berjuang melawan setan, 3. Berjuang melawan nafsu. Sedangkan tingkatan jihad : jihad melawan nafsu, melawan setan, melawan orang-orang kafir,melawan orang-orang munafik. Yang terakhir inilah tingkatan yang paling tinggi karena orang munafik sulit dideteksi.[10]
Kata jihad didalam al-Qur’an mengandung beberapa pengertian menurut urutan turunya ayat. Jihad pada awal mulanya adalah mendakwahi manusia untuk menerima dienul islam dan untuk menunjukkan hal tersebut adalah melalui hujjah dan penjelasan.
Ayat-ayat yang mengenai perang dalam al-Qur’an pada umumnya memakai kata-kata Qital(berperang). Pada dasarnya ayat-ayat itu turun ketika Nabi Muhammad sudah berada di Madinah karena pada waktu itu kaum Quraisy mengganggu dan menyerang kaum muslimin. Oleh karenanya Allah memperkenankan kaum muslimin mengangkat senjata untuk membela diri. Pada saat itulah ayat-ayat al-Qur’an yang membolehkan tentang berperang turun dengan motif-motif dan syarat-syarat yang tertentu.
Sebenarnya, ayat-ayat yang berkenaan dengan jihad itu turun saat Nabi berada di Makkah, jauh sebelum turun ayat-ayat tentang diperbolehkannya berperang ada juga yang turun ketika Nabi sudah berada di Madinah. Disini bisa diambilkan gambaran umum bahwa sebenarnya jihad bukan berarti perang namun bersungguh-sungguh.
Beberapa ayat yang mengemukakan kata-kata jihad dengan makna perang, diantaranya ayat yang turun di Madinah, yaitu Q.S. at-taubah : 73. Dan ayat yang turun di makkah, berkaitan dengan jihad yang bermakna berusaha bersungguh-sungguh yaitu Q.S. al-Ankabut : 6,69, al-Hajj : 78, sedang yang di Madinah yaitu Q.S al-Anfal : 74, al-Baqarah : 218.
Ayat yang berkaitan dengan perang dalam al-Qur’an umumnya memakai kata-kata yang berasal dari pokok kata “qatala”, seperti dalam Q.S al-Hajj : 39-40, dalam ayat ini dijelaskan bahwa islam hanyalah memperkenankan kaum muslimin berperang apabila mereka diperangi terlebih dahulu dan karena diusir dari negeri mereka dengan cara yang kejam.[11]
  1. Jihad Menurut As-Sunnah
Didalam hadits Rasulullah SAW juga menggunakan kata jihad untuk beberapa pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut ;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ). قَالَ أَبُو رَافِعٍ فَحَدَّثْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَأَنْكَرَهُ عَلَيَّ فَقَدِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَنَزَلَ بِقَنَاةَ فَاسْتَتْبَعَنِي إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَعُودُهُ فَانْطَلَقْتُ مَعَهُ فَلَمَّا جَلَسْنَا سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ فَحَدَّثَنِيهِ كَمَا حَدَّثْتُهُ ابْنَ عُمَرَ
“Dari Abdullah bin Mas'ud RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah Ta'ala kepada umat sebelum aku, kecuali nabi tersebut mempunyai pengikut atau pendukung yang memegang teguh ajarannya dan mengerjakan perintahnya. Akan tetapi setelah itu datang penerus mereka, dimana mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan serta mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang mukmin, barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia adalah seorang mukmin, dan barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia adalah seorang mukmin. Tidak ada keimanan walaupun sebesar biji Sawi selain yang disebutkan itu." Abu Rafi berkata, "Maka saya sampaikan hadits itu kepada Abdullah bin Umar tetapi dia tidak mau mempercayainya, lalu datanglah Ibnu Mas'ud kemudian ia turun ke Qanaah. Abdullah bin Umar RA pun mengikuti saya menuju Ibnu Mas'ud RA, lalu saya sampaikan hadits kepada Ibnu Umar kemudian saya pergi bersamanya. Tatkala kami duduk saya bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang hadits tersebut, kemudian Ibnu Mas'ud menyampaikan hadits itu kepada saya (persis) sebagaimana yang saya sampaikan kepada Ibnu Umar”. {Muslim 1/50-51}[12]
  1. Pengertian Jihad Menurut Keempat Madzhab, Ulama’ Periode Pertengahan Dan kontemporer
1.      Menurut Keempat Madzhab[13]
a.       Hanafi
Dalam Fathul Qadhir, ibnu hammam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-Jihad adalah mengajak orang kafir kedalam pelukan dienul haq dan memeranginya jika mereka menolak. Al-Kasaani mengatakan dalam kitabnya bahwa al-jihad berarti mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga dengan melakukan perang fi sabilillah baik dengan diri, harta maupun lisannya.
b.      Maliki
Makna jihad diperuntukkan kepada orang-orang muslim yang memerangi orang-orang kafir yang tidak terikat dalam perjanjian (damai) demi menegakkan ajaran Allah. Jihad juga berarti datangnya orang islam kepada orang kafir untuk mengajak mereka memeluk dienullah, atau masuknya orang islam kedaerah kafir untuk tujuan serupa.
c.       Syafi’i
Al-Baajuri mengatakan al-Jihad adalah berperang dijalan Allah. Selain itu Ibnu Hajar dalam Fathul Baari juga menyatakan bahwa ditinjau dari hukum syara’ jihad berarti mengerahkan segenap kemampuan untuk memerangi orang kafir.
d.      Hambali
Jihad artinya memerangi orang-orang kafir. Jihad juga berarti perang dan mengerahkan segenap kemampuan untuk menegakkan kalimat Allah.
Dari penjelasan diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan seperti apa yang dikemukakan oleh Azzam yang dikutip oleh Burhan dalam bukunya, bahwa kalimat “al-jihad” apabila disebut maka artinya adalah “perang” dan jika kata “fi sabilillah” artinya “jihad”.
2.      Ulama’ Sepanjang Masa[14]
a.       Ibnu Rusyd, jihad pedang adalah memerangi orang-orang musyrik atas dasar dien, orang yang mendapatkan kelelahan dalam berkhidmat pada Allah maka ia benar-benar berjihad pada jalan-Nya. Sebutan berperang melawan orang kafir dengan menggunakan senjata sampai mereka menerima islam (jihad fi sabilillah).
b.      Ibnu Taimiyyah, jihad pada hakekatnya adalah berusaha bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhai Allah daripada keimanan. Amal soleh dan menolak sesuatu dari kekufuran,kefasikan dan kedurhakaan.[15]
c.       Ibnul Qayim, “jihad itu puncak ketinggian islam”. Mereka yang melaksanakannya ditempatkan pada tempat yang setinggi-tingginya, baik didunia maupun diakhirat.
d.      Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, jihad ada dua macam : ofensif dan defensif. Jihad dari keduanya adalah sama yaitu, menyampaikan dienullah (islam) dan mendakwahkannya kepada umat manusia, mengeluarkan mereka dari berbagai macam kedhaliman menuju cahaya islam dan meninggikan Dienullah di muka bumi ini serta menjadikan agama itu hanya untuk Allah.[16]
  1. Makna Bom Bunuh Diri
1.      Istilah Bom Bunuh Diri[17]
Nawaf Hail al-Tikrary, dalam bukunya al-‘Amaliyat al-Istisyhadiyah fi mizani al-fiqhy sebagaimana dikutip dalam Jurnal bahwa ia mendifinisikan bom bunuh diri : bom tas tas atau bom mobil dan sejenisnya yang diledakkan oleh seorang mujahid dengan cara menerobos barisan musuh atau tempat yang didiami oleh musuh atau dikendaraan seperti pesawat dan sejenisnya dengan tujuan membunuh atau melukai musuh tersebut atau menghancurkan musuh, sementara sang pelaku sudah pasrah dan siap mati demi demi tujuan ini.
Dalam kumpulan risalah pembahasan tentang fenomena kontemporer, bom bunuh diri didefinisikan sebagai berikut : “seseorang yang menerobos ke tengah-tengah kerumunan musuh dengan membawa bahan peledak (bom), biasanya bom mobil dengan tujuan melukai dan membunuh musuh,sementara pelakunya turut mati.”
2.      Perbedaan Perspektif Ulama’ Mengenai Hukum Bom Bunuh Diri[18]
Secara garis besar ada dua pendapat ulama’ mengenai aksi bom bunuh diri ;
Pertama[19], pendapat mayoritas ulama’ Kontemporer yang membolehkan aksi bom bunuh diri dan mengkategorikan aksi ini sebagai jihad yang pelakunya digolongkan mati syahid dan akan mendapat pahala disisi Allah SWT. Ulama’ yang membolehkan hal ini menggunakan dalil-dalil dan argumen sebagai berikut :
1.      QS. At-Taubah ayat 111[20]
2.      Qoul Sahaby(ijma’ sukuty), riwayat dari Abdullah Bin Zubair, bahwa pada saat terjadi perang jamal dia bergulat (perang tanding) dengan al-atsar al-nukha’i. Ketika Zubair sudah merasa kalah ia berkata kepada atsar. “ bunuhlah aku wahai Atsar”, Ibnu Zubair menyuruh Al-Atsar untuk membunuhnya yang berarti dia telah mengorbankan dirinya. Para sahabat terdiam dan tidak ada yang menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh ibnu zubair sebagai tindakan bunuh diri.
3.      Bom bunuh diri merupakan upaya untuk menyerang musuh yang tidak ada harapan selamat bagi pelakunya dengan tujuan mengalahkan dan meneror musuh. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan utama bom bunuh diri adalah membunuh musuh dan mengalahkannya serta memotivasi kaum muslimin untuk lebih berani. Melihat manfaat yang lebih besar dari efek bom bunuh diri maka hal ini dibolehkan dalam syara’. Berbeda bom bunuh diri yang tujuan utamanya adalah membunuh diri sendiri hal ini jelas haram.[21]
Kedua, pendapat sebagian Ulama’ fiqh kontemporer yang menyatakan bahwa aksi bom bunuh diri, sama saja dengan membinasakan diri dengan mendekati hal yang berbahaya. Hal ini hukumnya haram.
Diantara Ulama’-Ulama’ yang berpendapat demikian ialah Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, Syaikh Salih bin Fauzan al-Fauzan, al-Syaikh Ubaid bin Abdullah al-Jabiry, Muhammad bin Salih al-Usaymin dan Ulama’ Saudi Arabia atau Majelis Ulama Senior (ha’iah kibar al-‘Ulama’).
Dasar yang digunakan : QS. Al-Baqarah ayat 195 : “ ...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan...”[22]
3.      Bom Bunuh Diri Sebagai Jihad[23]
Jihad dalam rangka mempertahankan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan bom bunuh diri, namun demikian, bom bunuh diri yang dapat dikategorikan sebagai jihad harus memenuhi berbagai syarat. Ulama’ memberikan syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, bom bunuh diri yang bertujuan jihad ditujukan kepada musuh islam atau orang kafir yang mendeklarasikan perang terhadap kaum muslimin. Namun demikian tidak semua orang kafir dapat diperangi, karena orang kafir bermacam-macam, ada kafir al-muharibun[24], al-musta’minun[25], zimiy[26], kafir al-mu’ahidun[27]. Orang kafir yang boleh dibunuh hanyalah al-muharibun yang mendeklarasikan perang terhadap islam atau kaum muslimin, namun dengan tetap menjaga prinsip-prinsip hubungan dengan kafir  muharib diantaranya : dilarang mendahului memerangi mereka sebelum disampaikannya dakwah. Dilarang menipu dan menyiksa dalam peperangan, dilarang membunuh orang yang semestinya dibiarkan, yaitu orang-orang yang tidak ikut berperang, seperti : anak-anak, wanita, pendeta, dan para ahli ibadah yang berada di biara mereka juga orang tua yang tak mampu lagi berperang, dilarang merusak tanaman membinasakan buah-buahan, membakar rumah tanpa diperlukan, meracuni air dan sejenisnya.
Kedua, bom bunuh diri dilakukan diwilayah kaum muslimin yang telah direbut dan dikuasai musuh.
Ketiga, bom bunuh diri harus dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang.
Keempat, seorang yang hendak melakukan bom bunh diri harus meminta arahan komando dari panglima perang.
Kelima, pelaku bom bunuh diri harus mendapatkan izin dari kedua orangtuanya.
Keenam, dengan ikhlas dan hanya bertujuan menggapai ridha Allah dan menegakkan kalimat dan syari’at-Nya dengan ijtihad.
4.      Bom Bunuh Diri Sebagai Teror
Bom bunuh diri bisa dilihat dari dua persepektif, dari perspektif pelaku, bom bunuh diri adalah jihad demi memperjuangkan keyakinan dan agama. Sementara itu, menurut perspektif  negara-negara deklator perang terhadap teror, aksi bom bunuh diri merupakan teror. Dua perspektif ini dapat menggambarkan pemahaman bahwa bom bunuh diri bisa saja menjadi tindakan teror yang mengatasnamakan agama. Pemahaman negara-negara barat, khususnya amerika memang demikian, jangankan bom bunuh diri, perlawanan yang dilakukan oleh para pejuang palestinapun dianggap teror, padahal mereka memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Teror  memang selalu dikaitkan dengan ajaran agama. Khusunya islam.
Pada dasarnya banyak aksi teror dilakukan oleh penganut agama lain, sebagai contoh, peledakan truk dan bus-bus di inggris yang dilakukan oleh gerakan nasional katholik irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-budha dan lain-lain.
Bom bunuh diri yang dialkukan disaerah yang sedang tidak dijajah oleh musuh, maka secara hukum islam tidak bisa dikategorikan sebagai jihad. Meskipun yang menjadi sasaran aksi tersebut adalah warga negara yang sedang menjajah negara islam atau berpenduduk muslim.[28]
5.      Fatwa MUI Tentang Bom Bunuh Diri
Berdasarkan keputusan MUI pada tanggal 24 januari 2004, ditetapkan dalam keputusan Fatwa MUI nomer 3 tahun 2004 tentang terorisme,  bahwa hukum teror adalah haram, begitu juga dengan bom bunuh diri. Namun disini MUI juga membedakan antara Jihad dengan Bom bunuh diri, menurutnya bahwa apabila yang dilakukan itu berdasar pada jihad, maka hukumnya wajib. Namun apabila hal itu berbentuk teror maupun bunuh diri, maka hukumnya haram.[29]


KESIMPULAN
            Demikian kesimpulan dari pemaparan diatas sebagaimana dikatakan oleh Quraish Shihab daalam bukunya, Demikian terlihat bahwa jihad beraneka ragam: memberantas kebodohan, kemiskinan, dan penyakit adalah jihad yang tidak kurang pentingnya daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan bekerja dengan karya yang baik, guru dengan pendidikannya yang sempurna, pemimpin dengan keadilannya, pengusaha dengan kejujurannya, demikian seterusnya.
Dahulu, ketika kemerdekaan belum diraih, jihad mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilangnya harta benda, dan terurainya kesedihan dan air mata. Kini jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab, melebarnya senyum dan terhapusnya air mata, serta berkembangnya harta benda. Sehingga,
            Apakah kamu menduga akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata pula orang-orang yang tabah? (QS.Ali 'Imran:142).
Maka menurut hemat penulis sebagaimana beberapa hal yang sudah dipaparkan diatas, bahwasanya dalam mengartikan bom bunuh diri  haruslah dipahami menurut konteksnya, bom bunuh diri dapat dikategorikan sebagai jihad yang dianjurkan agama, dan bisa juga diartikan sebagai teror yang diharamkan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab







DAFTAR PUSTAKA
*      Mahmud,Amir, jihad pesantren al-mukmin ngruki,kartasura: yahya cendikia.2004.
*      Aplikasi al-Qur’an Digital.
*      Sihab,Quraish,Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat ebook by Lacarep a_Bugis.
*      Al-Anshori,Fauzan,Melawan Konspirasi JIL (Jaringan Islam Liberal),Jakarta : Pustaka al-Furqon,2003.
*      Mustofa,Imam, Bom Bunuh diri : Antara Jihad Dan Teror(meluruskan Pemahaman Hukum Bom Bunuh diri), dalam jurnal al-Manahij Vol V,No. 1, januari 2011.
*      Aplikasi Mausu’ah Ibnu Taimiyah Di Dapat Dari www.islamspirit.com.
*      Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, Mukhtasar shahih muslim, rev 1.03. update 26.03.2009.
*      Syekh Imam Al Qurtubi.Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2008.
*      http;//18799174-Fatwa-MUI-tentang-Terorisme.pdf Akses Tanggal 22 Oktober 2012 jam 15.22
*      Majalah Al-Furqon edisi 03/IV/1425H (http://www.vbaitullah.or.id/index.php? option=content&task=view&id=446&Itemid=48).
BIODATA PENULIS
NAMA                        : ZAINUL KHIKAM
TTL                             : Pekalongan, 12 Juli 1991
ALAMAT                    : Dk. Krompeng Krajan RT/RW 003/001 No. 21 Ds. Krompeng Kec. Talun 
                                       Kab. Pekalongan 51192


[1] Dikutip dari majalah Al-Furqon edisi 03/IV/1425H (http://www.vbaitullah.or.id/index.php? option=content&task=view&id=446&Itemid=48). Hlm.. 23
[2] Amir mahmud, jihad pesantren al-mukmin ngruki,kartasura:yahya cendikia.2004.hlm.17
[3] Aplikasi al-Qur’an  Digital
[4] Quraish Sihab,wawasan al-Qur’an,Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat ebook by Lacarep a_Bugis.hlm.493
[5] Syaikh muhammad nashiruddin al-albany, Mukhtasar shahih muslim, rev 1.03. update 26.03.2009.
[6] Amir Mahmud,hlm.17-18
[7] Ibid.hlm.18
[8] Quraish,,,hlm.493, lihat juga dalam buku melawan konspirasi JIL (jaringan Islam Liberal).Fauzan al-Anshori. (jakarta : pustaka al-Furqon).hlm. 50
[9] Ibid. Hlm.493
[10] Fauzan al-anshori, melawan konspirasi JIL (jaringan Islam Liberal),Jakarta : pustaka al-Furqon.2003.hlm.50
[11] Amir Mahmud. hlm. 19-22
[12] Syaikh muhammad nashiruddin al-albany, Mukhtasar shahih muslim, rev 1.03. update 26.03.2009.
[13] Sebagaimana ditulis oleh amir dalam bukunya,hlm. 23-24
[14] Ibid.hlm.24
[15] Mausu’ah ibnu taimiyah,www.islamspirit.com
[16] Op.cit. hlm. 25
[17] Imam mustofa,Bom Bunuh diri : Antara Jihad Dan Teror(meluruskan Pemahaman Hukum Bom Bunuh diri), dalam jurnal al-Manahij Vol V,No. 1, januari 2011.hlm. 110.
[18] Ibid. Hlm.111-112
[19] Diantara Ulama’ yang memperbolehkan adalah : Yusuf al-Qardhawy,wahbah al-Zuhaily,Muhammad al-Zuhaily, muhammad sa’id ramadan al-buti dan syaikh ibrahim al-shayl.
[20] Al-Qurthuby menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : Allah SWT akan menggantikan pengorbanan yang dilakukan oleh hamba-Nya, baik pengorbanan harta benda maupun pengorbanan nyawa dengan balasan surga. Hanya saja pengorbanan itu harus berdasarkan niat untuk menggapai ridha Allah swt.( Syekh Imam Al Qurtubi.Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2008)

[21] Op.cit. hlm. 112.
[22] Ibid, hlm. 112.
[23]  Imam mustofa,hlm.114-115.
[24] Orang kafir yang memerangi kaum muslimin.
[25] Orang yang masuk kenegara lain dengan izin masuk (al-aman), baik ia muslim atau kafir harb.
[26] Orang non-muslim merdeka yang hidup dalam negara islam, sebagai balasan karena membayar pajak perorangan,menerima perlindungan dan keamanan.
[27] Orang-orang kafir yang mengikat perjanjian dengan kaum muslimin.
[28] Imam mustofa,hlm.117-119
[29] http;// 18799174-Fatwa-MUI-tentang-Terorisme.pdf Akses Tanggal 22 Oktober 2012 jam 15.22

Tidak ada komentar: