BOM BUNUH DIRI : APAKAH JIHAD ATAU TERORISME?
OLEH : ZAINUL KHIKAM
LATAR BELAKANG
Bom Bunuh diri akhir-akhir ini memang marak terjadi di Indonesia khususnya,
menurut data yang ada, hampir setiap tahun terjadi Bom bunuh diri disetiap
wilayah yang disangka-sangka sebagai gembong orang-orang kafir. Begitulah
alasan mereka jika ditanya alasan
mengapa mereka melakukan hal tersebut.
Kebajikan dan keburukan sama-sama bersanding dalam jiwa setiap manusia. Allah
mengilhami jiwa manusia dengan kedurhakaan dan ketakwaan. Begitu firman Allah
dalam surat Asy-Syams ayat 8 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“diri manusia memiliki potensi kebaikan dan
keburukan”. Seperti itu jugalah sifat masyarakat dan negara yang terdiri
dari banyak individu. Keburukan mendorong pada kesewenang-wenangan, sedangkan
kebajikan mengantarkan pada keharmonisan. Saat terjadi kesewenang-wenangan,
kebajikan berseru dan merintih untuk mencegahnya. Dari sanalah perjuangan, baik
di tingkat individu maupun di tingkat masyarakat dan negara. Demikian itulah
ketetapan Ilahi. Islam datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan
manusia agar menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar
memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Atau hak kepada yang batil
hingga mampu menghancurkannya. Tapi hal itu tak dapat terlaksana dengan
sendirinya, kecuali melalui perjuangan.
Bumi adalah gelanggang perjuangan (jihad) menghadapi musuh. Karena
itu al-jihad madhin ila yaum al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga
hari kiamat).
Istilah
Al-Quran untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad. Sayangnya,
istilah ini sering disalahpahami atau dipersempit artinya (Quraish Sihab :
Wawasan Al-Qur’an). Begitu juga dengan bom bunuh diri yang akan dimasukkan
kedalam arti teror atau jihad.
Bom bunuh diri atau yang disebut oleh pelakunya dengan bom syahid sangat
marak akhir-akhir ini. Kalau dulu aksi ini hanya didominasi oleh orang-orang
Timur Tengah, sekarang mulai merambah ke Asia Tenggara, tak terkecuali
Indonesia Raya ini. Banyak dari kaum muslimin yang merasa senang dengan
cara-cara seperti ini, bahkan ada seorang gembong jama'ah takfir dengan
semangat mengatakan :
“Cara
ini akan mengangkat kehinaan kaum muslimin, bom bunuh diri ini akan melemahkan
kekuatan
lawan secara psikologis, menimbulkan rasa ketakutan pada musuh ...”
Di lain pihak, realita menunjukkan bahwa cara-cara seperti ini tidak
membuat jera orang-orang kafir, bahkan orang kafir semakin
membabi buta membantai kaum muslimin di mana-mana. Jika dari kalangan mereka
mati sepuluh orang sebab bom bunuh diri ini, mereka membalasnya dengan
membantai ratusan kaum muslimin dengan cara-cara yang biadab.
Maka semakin banyak kuantitas bom bunuh diri ini, semakin banyak pula kaum
muslimin yang dibantai oleh orang kafir sebagai ungkapan balas dendam
mereka.[1]
Nah, pembahasan ini sangatlah menarik untuk dikaji, meski sudah tak asing lagi
ditelinga kita semua, namun saya kira banyak yang belum mengerti perihal apa
saja yang berkaitan dengan ini yaitu terkait jihad dan hal-hal yang terkait
dengannya serta hal-hal yang sering disalah artikan oleh kebanyakan orang saat
ini.
- Makna Jihad
1. Menurut Bahasa
Kata jihad berasal dari akar kata “jahadn,yajhadu,jahdu”
berarti kesulitan atau beban. “ al-jahdu” juga bermakna kesungguhan dan
upaya terakhir[2] seperti
firman Allah :
وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ
جَاءَتْهُمْ آَيَةٌ لَيُؤْمِنُنَّ بِهَا قُلْ إِنَّمَا الْآَيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ
وَمَا يُشْعِرُكُمْ أَنَّهَا إِذَا جَاءَتْ لَا يُؤْمِنُونَ (109)
“Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala
kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, pastilah
mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu
hanya berada di sisi Allah." Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa
apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman” (QS. Al-an’am : 109)[3]
Kata jihad terambil dari kata jahd yang
berarti "letih/sukar." Jihad memang sulit dan menyebabkan
keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata
"juhd" yang berarti "kemampuan". Ini karena jihad
menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan. Dari kata yang sama
tersusun ucapan "jahida bir-rajul" yang artinya
"seseorang sedang mengalami ujian". Terlihat bahwa kata ini
mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar karena jihad memang
merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Makna-makna kebahasaan dan maksudnya di atas dapat
dikonfirmasikan dengan beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad.
Firman Allah berikut ini menunjukkan betapa jihad merupakan ujian dan
cobaan: Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi
Allah orang yang berjihad di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang
sabar (QS Ali'Imran [3]: 142).[4]
Makna kata
“al-jadu dan al-jihad” menurut pengertian bahasa arab seperti dalam
kamus lisanul ‘Arab dan kamus al-Muhith yang dikutip oleh amir mahmud dalam
bukunya adalah “pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan yang
diinginkan atau menolak yang dibenci.”
Amir
mengutip pendapat Abdul Baqi Ramadhun dalam Al-Jihad Sabiluna dijelaskan
:
“Jihad
menurut bahasa berasal dari kata jaahada-yujaahidu-mujaahadatun-wajihaadan.
Dengan makna mengarahkan dan mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam
wujud perkataan atau perbuatan dalam perang”.
Dalam
sebuah hadits disebutkan :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْهِجْرَةِ
فَقَالَ لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا
اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
“Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW
ditanya tentang hijrah, maka beliau menjawab,' Tidak ada hijrah setelah
penaklukan kota Makkah. Yang ada hanya jihad dan niat.
Oleh karena itu, apabila diperintahkan untuk berjihad, maka patuhilah!"' {Muslim 6/28}[5]
Dari segi bahasa, secara garis besar, jihad dapat pula diartikan sebagai
penyeruan (al-da’wah), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar), penyerangan(ghozwah),pembunuhan(qital),peperangan
(harb), Penaklukan(syiar),menahan hawa nafsu (jihad an-nafs),
dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.[6]
Jika melihat paparan diatas hemat saya bahwa sesungguhnya pengertian jihad
secara bahasa sangatlah luas. Jadi tidak hanya diartikan sebagai peperangan
menggunakan senjata, melawan orang-orang kafir, bom bunuh diri dan lain sebagainya
sebagaimana banyak orang mengartikannya selama ini.
2.
Menurut istilah syara’[7]
Para fuqaha dari empat madzhab telah bersepakat bahwa makna jihad
adalah perang dan membantu semua persiapan perang.
Menurut
keterangan sahabat Ibnu Abbas sebagaimana dikutip Amir , perkataan jihad itu
artinya :
“Mencurahkan
segenap kekuatan dan bukanlah ketakutan untuk membela Allah terhadap cercaan
orang yang mencerca dan permusuhan orang yang memusihi”
Jadi dalam islam ada perintah kepada kaum muslimin supaya berjihad fi sabilillah,
tetapi jihad itu bukan untuk memaksa manusia supaya memeluk islam, akan tetapi
semata-mata untuk mempertahankan diri, melindungi umat islam dalam mengerjakan
agamanya, dan untuk melawan dan menahan serangan musuh yang nyata-nyata hendak
membunuh cahaya islam dan semangat islam.
- Jihad Dalam Pandangan Al-Qur’an
Kata jihad didalam al-Qur’an terulang sebanyak
empat puluh satu kali dengan berbagai bentuknya.[8]
Menurut Ibnu Faris (w. 395 H) dalam bukunya Mu'jam Al-Maqayis fi Al-Lughah,
"Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya mengandung arti
kesulitan atau kesukaran dan yang mirip dengannya."[9]
Menurut Raghib al-Asfahani seperti dikutip oleh fauzan
dalam bukunya, bahwa kata Jihad secara umum berarti : 1. Berjuang melawan musuh
yang nyata,meliputi melawan orang-orang kafir,munafik, 2. Berjuang melawan
setan, 3. Berjuang melawan nafsu. Sedangkan tingkatan jihad :
jihad melawan nafsu, melawan setan, melawan orang-orang kafir,melawan
orang-orang munafik. Yang terakhir inilah tingkatan yang paling tinggi karena
orang munafik sulit dideteksi.[10]
Kata jihad didalam al-Qur’an mengandung beberapa pengertian menurut urutan
turunya ayat. Jihad pada awal mulanya adalah mendakwahi manusia untuk menerima
dienul islam dan untuk menunjukkan hal tersebut adalah melalui hujjah dan
penjelasan.
Ayat-ayat yang mengenai perang dalam al-Qur’an pada umumnya memakai
kata-kata Qital(berperang). Pada dasarnya ayat-ayat itu turun ketika Nabi
Muhammad sudah berada di Madinah karena pada waktu itu kaum Quraisy mengganggu
dan menyerang kaum muslimin. Oleh karenanya Allah memperkenankan kaum muslimin
mengangkat senjata untuk membela diri. Pada saat itulah ayat-ayat al-Qur’an
yang membolehkan tentang berperang turun dengan motif-motif dan syarat-syarat
yang tertentu.
Sebenarnya, ayat-ayat yang berkenaan dengan jihad itu turun saat Nabi
berada di Makkah, jauh sebelum turun ayat-ayat tentang diperbolehkannya
berperang ada juga yang turun ketika Nabi sudah berada di Madinah. Disini bisa
diambilkan gambaran umum bahwa sebenarnya jihad bukan berarti perang namun
bersungguh-sungguh.
Beberapa ayat yang mengemukakan kata-kata jihad dengan makna perang,
diantaranya ayat yang turun di Madinah, yaitu Q.S. at-taubah : 73. Dan ayat
yang turun di makkah, berkaitan dengan jihad yang bermakna berusaha
bersungguh-sungguh yaitu Q.S. al-Ankabut : 6,69, al-Hajj : 78, sedang yang di
Madinah yaitu Q.S al-Anfal : 74, al-Baqarah : 218.
Ayat yang berkaitan dengan perang dalam al-Qur’an umumnya memakai kata-kata
yang berasal dari pokok kata “qatala”, seperti dalam Q.S al-Hajj : 39-40, dalam
ayat ini dijelaskan bahwa islam hanyalah memperkenankan kaum muslimin berperang
apabila mereka diperangi terlebih dahulu dan karena diusir dari negeri mereka
dengan cara yang kejam.[11]
- Jihad Menurut As-Sunnah
Didalam hadits Rasulullah SAW juga menggunakan kata jihad untuk beberapa
pengertian, diantaranya adalah sebagai berikut ;
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ (مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ
مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ
بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا
يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ
مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ
بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ
خَرْدَلٍ). قَالَ أَبُو رَافِعٍ فَحَدَّثْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ
فَأَنْكَرَهُ عَلَيَّ فَقَدِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَنَزَلَ بِقَنَاةَ
فَاسْتَتْبَعَنِي إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَعُودُهُ فَانْطَلَقْتُ
مَعَهُ فَلَمَّا جَلَسْنَا سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ
فَحَدَّثَنِيهِ كَمَا حَدَّثْتُهُ ابْنَ عُمَرَ
“Dari
Abdullah bin Mas'ud RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah
seorang nabi yang diutus oleh Allah Ta'ala kepada umat sebelum aku, kecuali
nabi tersebut mempunyai pengikut atau pendukung yang memegang teguh ajarannya
dan mengerjakan perintahnya. Akan tetapi setelah itu datang penerus mereka,
dimana mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan serta mengerjakan
sesuatu yang tidak diperintahkan. Barang siapa berjuang menghadapi mereka
dengan tangannya maka ia seorang mukmin, barang siapa berjuang menghadapi mereka
dengan lisannya maka ia adalah seorang mukmin, dan barang siapa berjuang
menghadapi mereka dengan hatinya maka ia adalah seorang mukmin. Tidak ada
keimanan walaupun sebesar biji Sawi selain yang disebutkan itu." Abu Rafi
berkata, "Maka saya sampaikan hadits itu kepada Abdullah bin Umar tetapi
dia tidak mau mempercayainya, lalu datanglah Ibnu Mas'ud kemudian ia turun ke Qanaah.
Abdullah bin Umar RA pun mengikuti saya menuju Ibnu Mas'ud RA, lalu saya
sampaikan hadits kepada Ibnu Umar kemudian saya pergi bersamanya. Tatkala kami
duduk saya bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang hadits tersebut, kemudian Ibnu
Mas'ud menyampaikan hadits itu kepada saya (persis) sebagaimana yang saya
sampaikan kepada Ibnu Umar”. {Muslim 1/50-51}[12]
- Pengertian Jihad Menurut Keempat Madzhab, Ulama’ Periode Pertengahan Dan kontemporer
1.
Menurut Keempat Madzhab[13]
a.
Hanafi
Dalam Fathul Qadhir, ibnu hammam mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan al-Jihad adalah mengajak orang kafir kedalam pelukan dienul haq dan
memeranginya jika mereka menolak. Al-Kasaani mengatakan dalam kitabnya bahwa al-jihad
berarti mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga dengan melakukan perang fi
sabilillah baik dengan diri, harta maupun lisannya.
b.
Maliki
Makna jihad diperuntukkan kepada orang-orang muslim yang memerangi orang-orang
kafir yang tidak terikat dalam perjanjian (damai) demi menegakkan ajaran Allah.
Jihad juga berarti datangnya orang islam kepada orang kafir untuk mengajak
mereka memeluk dienullah, atau masuknya orang islam kedaerah kafir untuk tujuan
serupa.
c.
Syafi’i
Al-Baajuri mengatakan al-Jihad adalah berperang dijalan Allah.
Selain itu Ibnu Hajar dalam Fathul Baari juga menyatakan bahwa ditinjau
dari hukum syara’ jihad berarti mengerahkan segenap kemampuan untuk
memerangi orang kafir.
d.
Hambali
Jihad artinya memerangi orang-orang kafir. Jihad juga berarti perang
dan mengerahkan segenap kemampuan untuk menegakkan kalimat Allah.
Dari
penjelasan diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan seperti apa yang
dikemukakan oleh Azzam yang dikutip oleh Burhan dalam bukunya, bahwa kalimat “al-jihad”
apabila disebut maka artinya adalah “perang” dan jika kata “fi sabilillah”
artinya “jihad”.
2.
Ulama’ Sepanjang Masa[14]
a.
Ibnu Rusyd, jihad pedang adalah memerangi orang-orang
musyrik atas dasar dien, orang yang mendapatkan kelelahan dalam
berkhidmat pada Allah maka ia benar-benar berjihad pada jalan-Nya. Sebutan
berperang melawan orang kafir dengan menggunakan senjata sampai mereka
menerima islam (jihad fi sabilillah).
b.
Ibnu Taimiyyah, jihad pada hakekatnya adalah berusaha
bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhai Allah daripada
keimanan. Amal soleh dan menolak sesuatu dari kekufuran,kefasikan dan
kedurhakaan.[15]
c.
Ibnul Qayim, “jihad itu puncak ketinggian islam”.
Mereka yang melaksanakannya ditempatkan pada tempat yang setinggi-tingginya,
baik didunia maupun diakhirat.
d.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, jihad ada dua macam :
ofensif dan defensif. Jihad dari keduanya adalah sama yaitu, menyampaikan
dienullah (islam) dan mendakwahkannya kepada umat manusia, mengeluarkan mereka
dari berbagai macam kedhaliman menuju cahaya islam dan meninggikan Dienullah di
muka bumi ini serta menjadikan agama itu hanya untuk Allah.[16]
- Makna Bom Bunuh Diri
1.
Istilah Bom Bunuh Diri[17]
Nawaf Hail al-Tikrary, dalam bukunya al-‘Amaliyat
al-Istisyhadiyah fi mizani al-fiqhy sebagaimana dikutip dalam Jurnal bahwa
ia mendifinisikan bom bunuh diri : bom tas tas atau bom mobil dan sejenisnya
yang diledakkan oleh seorang mujahid dengan cara menerobos barisan musuh atau
tempat yang didiami oleh musuh atau dikendaraan seperti pesawat dan sejenisnya
dengan tujuan membunuh atau melukai musuh tersebut atau menghancurkan musuh,
sementara sang pelaku sudah pasrah dan siap mati demi demi tujuan ini.
Dalam kumpulan risalah pembahasan tentang fenomena
kontemporer, bom bunuh diri didefinisikan sebagai berikut : “seseorang yang
menerobos ke tengah-tengah kerumunan musuh dengan membawa bahan peledak (bom),
biasanya bom mobil dengan tujuan melukai dan membunuh musuh,sementara pelakunya
turut mati.”
2.
Perbedaan Perspektif Ulama’ Mengenai Hukum Bom Bunuh
Diri[18]
Secara garis besar ada dua pendapat ulama’ mengenai
aksi bom bunuh diri ;
Pertama[19], pendapat mayoritas ulama’ Kontemporer yang
membolehkan aksi bom bunuh diri dan mengkategorikan aksi ini sebagai jihad yang
pelakunya digolongkan mati syahid dan akan mendapat pahala disisi Allah SWT.
Ulama’ yang membolehkan hal ini menggunakan dalil-dalil dan argumen sebagai
berikut :
1.
QS. At-Taubah ayat 111[20]
2.
Qoul Sahaby(ijma’ sukuty), riwayat dari
Abdullah Bin Zubair, bahwa pada saat terjadi perang jamal dia bergulat
(perang tanding) dengan al-atsar al-nukha’i. Ketika Zubair sudah merasa
kalah ia berkata kepada atsar. “ bunuhlah aku wahai Atsar”, Ibnu Zubair menyuruh
Al-Atsar untuk membunuhnya yang berarti dia telah mengorbankan dirinya. Para
sahabat terdiam dan tidak ada yang menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh
ibnu zubair sebagai tindakan bunuh diri.
3.
Bom bunuh diri merupakan upaya untuk menyerang musuh
yang tidak ada harapan selamat bagi pelakunya dengan tujuan mengalahkan dan
meneror musuh. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan utama bom bunuh diri
adalah membunuh musuh dan mengalahkannya serta memotivasi kaum muslimin untuk
lebih berani. Melihat manfaat yang lebih besar dari efek bom bunuh diri maka
hal ini dibolehkan dalam syara’. Berbeda bom bunuh diri yang tujuan utamanya
adalah membunuh diri sendiri hal ini jelas haram.[21]
Kedua, pendapat
sebagian Ulama’ fiqh kontemporer yang menyatakan bahwa aksi bom bunuh diri,
sama saja dengan membinasakan diri dengan mendekati hal yang berbahaya. Hal ini
hukumnya haram.
Diantara Ulama’-Ulama’ yang berpendapat demikian ialah
Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, Syaikh Salih bin Fauzan al-Fauzan,
al-Syaikh Ubaid bin Abdullah al-Jabiry, Muhammad bin Salih al-Usaymin dan
Ulama’ Saudi Arabia atau Majelis Ulama Senior (ha’iah kibar al-‘Ulama’).
Dasar yang digunakan : QS. Al-Baqarah ayat 195 : “
...dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan...”[22]
3.
Bom Bunuh Diri Sebagai Jihad[23]
Jihad dalam rangka mempertahankan diri dapat dilakukan
dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan bom bunuh diri, namun
demikian, bom bunuh diri yang dapat dikategorikan sebagai jihad harus memenuhi
berbagai syarat. Ulama’ memberikan syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, bom bunuh
diri yang bertujuan jihad ditujukan kepada musuh islam atau orang kafir
yang mendeklarasikan perang terhadap kaum muslimin. Namun demikian tidak semua
orang kafir dapat diperangi, karena orang kafir bermacam-macam, ada kafir
al-muharibun[24],
al-musta’minun[25],
zimiy[26],
kafir al-mu’ahidun[27].
Orang kafir yang boleh dibunuh hanyalah al-muharibun yang mendeklarasikan
perang terhadap islam atau kaum muslimin, namun dengan tetap menjaga
prinsip-prinsip hubungan dengan kafir
muharib diantaranya : dilarang mendahului memerangi mereka sebelum
disampaikannya dakwah. Dilarang menipu dan menyiksa dalam peperangan, dilarang
membunuh orang yang semestinya dibiarkan, yaitu orang-orang yang tidak ikut
berperang, seperti : anak-anak, wanita, pendeta, dan para ahli ibadah yang
berada di biara mereka juga orang tua yang tak mampu lagi berperang, dilarang
merusak tanaman membinasakan buah-buahan, membakar rumah tanpa diperlukan,
meracuni air dan sejenisnya.
Kedua, bom bunuh
diri dilakukan diwilayah kaum muslimin yang telah direbut dan dikuasai musuh.
Ketiga, bom bunuh
diri harus dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang.
Keempat, seorang
yang hendak melakukan bom bunh diri harus meminta arahan komando dari panglima
perang.
Kelima, pelaku bom
bunuh diri harus mendapatkan izin dari kedua orangtuanya.
Keenam, dengan
ikhlas dan hanya bertujuan menggapai ridha Allah dan menegakkan kalimat dan
syari’at-Nya dengan ijtihad.
4.
Bom Bunuh Diri Sebagai Teror
Bom bunuh diri bisa dilihat dari dua persepektif, dari
perspektif pelaku, bom bunuh diri adalah jihad demi memperjuangkan
keyakinan dan agama. Sementara itu, menurut perspektif
negara-negara deklator perang
terhadap teror, aksi bom bunuh diri merupakan teror. Dua perspektif ini dapat
menggambarkan pemahaman bahwa bom bunuh diri bisa saja menjadi tindakan teror
yang mengatasnamakan agama. Pemahaman negara-negara barat, khususnya amerika
memang demikian, jangankan bom bunuh diri, perlawanan yang dilakukan oleh para
pejuang palestinapun dianggap teror, padahal mereka memperjuangkan kemerdekaan
bangsa. Teror memang selalu dikaitkan dengan ajaran agama. Khusunya
islam.
Pada dasarnya banyak aksi teror dilakukan oleh penganut agama lain, sebagai
contoh, peledakan truk dan bus-bus di inggris yang dilakukan oleh gerakan
nasional katholik irlandia; serangan gas beracun yang menebar maut yang
dilakukan oleh para anggota sekte Hindu-budha dan lain-lain.
Bom bunuh diri yang dialkukan disaerah yang sedang tidak dijajah oleh
musuh, maka secara hukum islam tidak bisa dikategorikan sebagai jihad. Meskipun
yang menjadi sasaran aksi tersebut adalah warga negara yang sedang menjajah
negara islam atau berpenduduk muslim.[28]
5.
Fatwa MUI Tentang Bom Bunuh Diri
Berdasarkan keputusan MUI pada tanggal 24 januari 2004, ditetapkan dalam
keputusan Fatwa MUI nomer 3 tahun 2004 tentang terorisme, bahwa hukum teror adalah haram, begitu juga
dengan bom bunuh diri. Namun disini MUI juga membedakan antara Jihad dengan Bom
bunuh diri, menurutnya bahwa apabila yang dilakukan itu berdasar pada jihad,
maka hukumnya wajib. Namun apabila hal itu berbentuk teror maupun bunuh diri,
maka hukumnya haram.[29]
KESIMPULAN
Demikian kesimpulan dari pemaparan diatas sebagaimana
dikatakan oleh Quraish Shihab daalam bukunya, Demikian terlihat bahwa jihad
beraneka ragam: memberantas kebodohan, kemiskinan, dan penyakit adalah jihad
yang tidak kurang pentingnya daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad
dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan bekerja dengan karya yang baik, guru
dengan pendidikannya yang sempurna, pemimpin dengan keadilannya, pengusaha
dengan kejujurannya, demikian seterusnya.
Dahulu, ketika kemerdekaan belum diraih, jihad mengakibatkan terenggutnya
jiwa, hilangnya harta benda, dan terurainya kesedihan dan air mata. Kini jihad
harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan
beradab, melebarnya senyum dan terhapusnya air mata, serta berkembangnya harta
benda. Sehingga,
Apakah kamu menduga akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata pula
orang-orang yang tabah? (QS.Ali 'Imran:142).
Maka menurut hemat penulis sebagaimana beberapa hal yang sudah dipaparkan
diatas, bahwasanya dalam mengartikan bom bunuh diri haruslah dipahami menurut konteksnya, bom
bunuh diri dapat dikategorikan sebagai jihad yang dianjurkan agama, dan bisa juga
diartikan sebagai teror yang diharamkan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab
DAFTAR PUSTAKA










BIODATA
PENULIS
NAMA : ZAINUL KHIKAM
TTL : Pekalongan, 12
Juli 1991
ALAMAT :
Dk. Krompeng Krajan RT/RW 003/001 No. 21 Ds. Krompeng Kec. Talun
Kab.
Pekalongan 51192
[1] Dikutip dari majalah Al-Furqon edisi 03/IV/1425H (http://www.vbaitullah.or.id/index.php?
option=content&task=view&id=446&Itemid=48). Hlm.. 23
[2] Amir mahmud, jihad pesantren
al-mukmin ngruki,kartasura:yahya cendikia.2004.hlm.17
[4] Quraish
Sihab,wawasan al-Qur’an,Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat ebook by Lacarep
a_Bugis.hlm.493
[5] Syaikh muhammad nashiruddin
al-albany, Mukhtasar shahih muslim, rev 1.03. update 26.03.2009.
[6] Amir Mahmud,hlm.17-18
[7] Ibid.hlm.18
[8] Quraish,,,hlm.493,
lihat juga dalam buku melawan konspirasi JIL (jaringan Islam Liberal).Fauzan
al-Anshori. (jakarta : pustaka al-Furqon).hlm. 50
[9] Ibid. Hlm.493
[10] Fauzan al-anshori, melawan
konspirasi JIL (jaringan Islam Liberal),Jakarta : pustaka
al-Furqon.2003.hlm.50
[11] Amir Mahmud. hlm.
19-22
[12] Syaikh muhammad nashiruddin
al-albany, Mukhtasar shahih muslim, rev 1.03. update 26.03.2009.
[13] Sebagaimana ditulis oleh amir
dalam bukunya,hlm. 23-24
[14] Ibid.hlm.24
[15] Mausu’ah ibnu taimiyah,www.islamspirit.com
[16] Op.cit. hlm. 25
[17] Imam mustofa,Bom Bunuh diri :
Antara Jihad Dan Teror(meluruskan Pemahaman Hukum Bom Bunuh diri), dalam
jurnal al-Manahij Vol V,No. 1, januari 2011.hlm. 110.
[18] Ibid. Hlm.111-112
[19] Diantara Ulama’ yang
memperbolehkan adalah : Yusuf al-Qardhawy,wahbah al-Zuhaily,Muhammad
al-Zuhaily, muhammad sa’id ramadan al-buti dan syaikh ibrahim al-shayl.
[20] Al-Qurthuby
menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut : Allah SWT akan menggantikan
pengorbanan yang dilakukan oleh hamba-Nya, baik pengorbanan harta benda maupun
pengorbanan nyawa dengan balasan surga. Hanya saja pengorbanan itu harus
berdasarkan niat untuk menggapai ridha Allah swt.( Syekh Imam Al Qurtubi.Tafsir
Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2008)
[21] Op.cit. hlm. 112.
[24] Orang kafir yang memerangi kaum
muslimin.
[25] Orang yang masuk kenegara lain
dengan izin masuk (al-aman), baik ia muslim atau kafir harb.
[26] Orang non-muslim merdeka yang
hidup dalam negara islam, sebagai balasan karena membayar pajak
perorangan,menerima perlindungan dan keamanan.
[27] Orang-orang kafir yang mengikat
perjanjian dengan kaum muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar