Jumat, 12 April 2013

ORIENTALISME : Pandangan Theodor Noldeke Seputar Ke-Ummian Nabi Muhammad, Basmalah dan Mu'awwidhatain



BAHAN DISKUSI KELOMPOK ORIENTALISME[1]
OLEH :
ZAINUL KHIKAM   2031110010
IRFAN FATONI        2031110014
FITRIYAH                 2031110006
ANISUL FUADAH   2031110007
MOH. IMAM             2031110011

  1. Pandangan Orientalis tentang Ke-Ummi-an Muhammad[2]
Menurut theodor Noldeke, ke-ummian Muhammad bukanlah anggapan bahwa nabi tidak bisa membaca dan menulis, namun menurutnya bahwa Ummi adalah tidak mengetahui kitab-kitab terdahulu (hanya mengetahui sedikit berdasarkan khabar dari wahyu). Pendapat Noldeke ini didasrkan pada ayat al-Qur’an surah al-ankabut ayat 48
وما كنت تتلو من قبله من كتاب ولا تخطه بيمينك اذا لارتاب المبطلون
"Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)".[3]
Menurut Noldeke, predikat Ummi yang diberikan kepada Muhammad yang dipahami sebagai “ tidak bisa membaca dan menulis” adalah lemah. Pemahaman yang lebih cocok adalah bahwa Muhammad tidak mengenal kitab-kitab suci terdahulu kecuali sedikit (hanya memahami kitab-kitab suci terdahulu melalui keterangan wahyu). Ketidakpahaman Muhammad dibuktikan ketika Nabi menerima wahyu pertama di gua hira. Ketika Nabi dipaksa oleh malaikat jibril, dengan tegas Nabi menjawab ماانابقارئ (saya bukanlah seorang pembaca; saya tidak bisa membaca). Mengenai redaksi ini Noldeke meragukan validitas riwayatnya, sebab berdasarkan laporannya, ada beberapa bentuk redaksi yang berbeda, ada redaksi مااقرأ, فماأقرأ, atau ومااقرأ.
Selain hal itu, menurutnya, hadits yang meriwayatkan tentang awal mula wahyu diturunkan adalah kebanyakan riwayat dari ‘aisyah, sedang kenyataanya, ketika Nabi menerima wahyu itu pada tahun 611 M, sedang ‘Aisyah itu lahir pada tahun 621[4], jadi menurut Noldeke ‘Aisyah pada saat itu masih berumur 10 tahun dan menurutnya riwayat ‘Aisyah tidak bisa diterima karena belum baligh.
Muhammad sengaja tidak mau dianggap sebagai panutan yang mampu membaca dan menulis, karena itulah dia mewakilkan kepada para sahabatnya untuk membaca al-Qur’an dan risalah-rislahnya. Muhammad juga sama sekali tidak pernah membaca kitab-kitab suci terdahulu dan informasi-informasi penting lainnya. Pendapat ini juga didukung oleh Muhammad ‘Abid al-Jabiri, menurutnya kata Ummi adalah kebalikan dari “ahl al-kitab”. “ummiyyun” ditujukan bagi orang-orang arab yang tidak faham terhadap kitab taurat dan injil, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat (QS. Al-Baqarah : 78; Ali-Imran : 20 dan al-Jumu’ah : 2). Karena itulah Nabi juga disebut Ummi. Untuk menguatkan pendapat Noldeke, ia (Noldeke) mengatakan bahwa Muhammad ketika dalam menyatakan status Haman (dalam al-Qur’an disebutkan sebagai menteri fir’aun, padahal menurut Noldeke, ia adalah menteri dari ahasuerus. Kasus lain, disebutkan bahwa kata Furqon yang sebenarnya berarti penebusan oleh Muhammad dipahami wahyu. Millah yang sebenarnya berarti “word”  dalam al-Qur’an diartikan sebagai agama.
  1. Pandangan orientalis seputar bacaan basmalah[5]
Menurut Noldeke, kalimat basmalah biasa diungkapkan saat akan melakukan perbuatan yang sudah dikenal dalam tradisi Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi Nuh dan Sulaiman. Inilah yang menjadi acuan bahwa Noldeke mengatakan, Muhammad menirukan hal yang sama terutama saat ia di Madinah untuk naskah Undang-Undang Madinah, perdamaian Hudubiyah dan Teks-teks surat menyurat kepada beberapa kaum Musyrik saat itu. Ini termasuk salah satu sandaran Noldeke dalam mengkritik bahwa al-Qur’an terpengaruh oleh Yahudi begitu juga menurut Noldeke dalam bukunya Geschichte de Qorans” (Sejarah al-Qur’ân) bersikeras menyatakan bahwa Basmalah dijiplak oleh Nabi Muhammad saw. dari Injil.[6]
  1. Pandangan orientalis tentang mu’awwidhatain[7]
Theodor Noldeke memasukkan surah mu’awwidhatain menjadi bagian dari Al-Qur’an. Ia menyebutkan bahwa surah mu’awwidhatain masuk dalam periode Makah pertama dan masuk dalam urutan kronologi nomer 46 (surah al-Falaq 113) dan 47 (surah al-nass 114)


[1] Disampaikan pada hari senin tgl. 5 november 2012 guna bahan diskusi mahasiswa Ushuluddin Tafsir Hadits semester 5 mata kuliah Orientalisme.
[2] Kurdi Fadal,pandangan orientalis terhadap Al-Qur’an (teori pengaruh Al-Qur’an Theodor Noldeke),Jurnal religia:jurnal ilmu-ilmu keislaman,vol. 14. No. 2,oktober 2012. Hlm. 196-199
[3] Aplikasi Al-Qur’an Digital.
[4] Tarekh Nabi
[5] Ibid. Hlm. 200.
[6] Sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab, Orientalisme, JSQ_Vol_1_No_2_2006,hlm. 39
[7] Berdasarkan data urutan kronolgi turunya ayat al-Qur’an dalam artikel Kronologi Al-Qur'an Dalam Perspectif Barat: Studi Pemikiran Theodore Noeldeke Tentang Konsep Makiyah dan Madaniyah oleh Agus Miswanto,hlm. 9

Tidak ada komentar: