BAHAN DISKUSI KELOMPOK ORIENTALISME[1]
OLEH :
ZAINUL KHIKAM 2031110010
IRFAN FATONI 2031110014
FITRIYAH 2031110006
ANISUL FUADAH 2031110007
MOH. IMAM 2031110011
- Pandangan Orientalis tentang Ke-Ummi-an Muhammad[2]
Menurut
theodor Noldeke, ke-ummian Muhammad bukanlah anggapan bahwa nabi tidak bisa
membaca dan menulis, namun menurutnya bahwa Ummi adalah tidak mengetahui
kitab-kitab terdahulu (hanya mengetahui sedikit berdasarkan khabar dari wahyu).
Pendapat Noldeke ini didasrkan pada ayat al-Qur’an surah al-ankabut ayat 48
وما كنت تتلو من قبله من كتاب ولا
تخطه بيمينك اذا لارتاب المبطلون
"Dan kamu
tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak
(pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah
membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)".[3]
Menurut
Noldeke, predikat Ummi yang diberikan kepada Muhammad yang dipahami sebagai “
tidak bisa membaca dan menulis” adalah lemah. Pemahaman yang lebih cocok adalah
bahwa Muhammad tidak mengenal kitab-kitab suci terdahulu kecuali sedikit (hanya
memahami kitab-kitab suci terdahulu melalui keterangan wahyu). Ketidakpahaman
Muhammad dibuktikan ketika Nabi menerima wahyu pertama di gua hira. Ketika Nabi
dipaksa oleh malaikat jibril, dengan tegas Nabi menjawab ماانابقارئ
(saya bukanlah seorang pembaca; saya tidak bisa membaca). Mengenai redaksi ini
Noldeke meragukan validitas riwayatnya, sebab berdasarkan laporannya, ada
beberapa bentuk redaksi yang berbeda, ada redaksi مااقرأ, فماأقرأ,
atau
ومااقرأ.
Selain
hal itu, menurutnya, hadits yang meriwayatkan tentang awal mula wahyu
diturunkan adalah kebanyakan riwayat dari ‘aisyah, sedang kenyataanya, ketika
Nabi menerima wahyu itu pada tahun 611 M, sedang ‘Aisyah itu lahir pada tahun
621[4],
jadi menurut Noldeke ‘Aisyah pada saat itu masih berumur 10 tahun dan
menurutnya riwayat ‘Aisyah tidak bisa diterima karena belum baligh.
Muhammad
sengaja tidak mau dianggap sebagai panutan yang mampu membaca dan menulis,
karena itulah dia mewakilkan kepada para sahabatnya untuk membaca al-Qur’an dan
risalah-rislahnya. Muhammad juga sama sekali tidak pernah membaca kitab-kitab
suci terdahulu dan informasi-informasi penting lainnya. Pendapat ini juga
didukung oleh Muhammad ‘Abid al-Jabiri, menurutnya kata Ummi adalah kebalikan
dari “ahl al-kitab”. “ummiyyun” ditujukan bagi orang-orang arab yang tidak
faham terhadap kitab taurat dan injil, sebagaimana disebutkan dalam beberapa
ayat (QS. Al-Baqarah : 78; Ali-Imran : 20 dan al-Jumu’ah : 2). Karena itulah
Nabi juga disebut Ummi. Untuk menguatkan pendapat Noldeke, ia (Noldeke)
mengatakan bahwa Muhammad ketika dalam menyatakan status Haman (dalam al-Qur’an
disebutkan sebagai menteri fir’aun, padahal menurut Noldeke, ia adalah menteri
dari ahasuerus. Kasus lain, disebutkan bahwa kata Furqon yang sebenarnya
berarti penebusan oleh Muhammad dipahami wahyu. Millah yang sebenarnya berarti
“word” dalam al-Qur’an diartikan sebagai
agama.
- Pandangan orientalis seputar bacaan basmalah[5]
Menurut
Noldeke, kalimat basmalah biasa diungkapkan saat akan melakukan perbuatan yang
sudah dikenal dalam tradisi Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi Nuh
dan Sulaiman. Inilah yang menjadi acuan bahwa Noldeke mengatakan, Muhammad
menirukan hal yang sama terutama saat ia di Madinah untuk naskah Undang-Undang
Madinah, perdamaian Hudubiyah dan Teks-teks surat menyurat kepada beberapa kaum
Musyrik saat itu. Ini termasuk salah satu sandaran Noldeke dalam mengkritik bahwa
al-Qur’an terpengaruh oleh Yahudi begitu juga menurut Noldeke dalam bukunya Geschichte de
Qorans” (Sejarah al-Qur’ân) bersikeras
menyatakan bahwa Basmalah dijiplak oleh Nabi Muhammad saw. dari Injil.[6]
- Pandangan orientalis tentang mu’awwidhatain[7]
Theodor
Noldeke memasukkan surah mu’awwidhatain menjadi bagian dari Al-Qur’an. Ia
menyebutkan bahwa surah mu’awwidhatain masuk dalam periode Makah pertama dan
masuk dalam urutan kronologi nomer 46 (surah al-Falaq 113) dan 47 (surah
al-nass 114)
[1] Disampaikan pada hari senin tgl.
5 november 2012 guna bahan diskusi mahasiswa Ushuluddin Tafsir Hadits semester
5 mata kuliah Orientalisme.
[2] Kurdi Fadal,pandangan orientalis
terhadap Al-Qur’an (teori pengaruh Al-Qur’an Theodor Noldeke),Jurnal
religia:jurnal ilmu-ilmu keislaman,vol. 14. No. 2,oktober 2012. Hlm. 196-199
[3]
Aplikasi Al-Qur’an Digital.
[4]
Tarekh Nabi
[5] Ibid. Hlm. 200.
[6] Sebagaimana dikutip oleh Quraish
Shihab, Orientalisme, JSQ_Vol_1_No_2_2006,hlm. 39
[7] Berdasarkan
data urutan kronolgi turunya ayat al-Qur’an dalam artikel Kronologi Al-Qur'an Dalam Perspectif Barat: Studi Pemikiran Theodore
Noeldeke Tentang Konsep Makiyah dan Madaniyah oleh Agus Miswanto,hlm. 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar