Kamis, 02 Agustus 2012

Tafsir Tematis (Memberi Salam)


Tafsir Tematis (Memberi Salam)
Disusun Oleh : ZAINUL KHIKAM (2031110010)
FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN TAFSIR HADITS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2010/2011 
PENDAHULUAN
Mengucapkan lafadz salam adalah suatu penghormatan, penghargaan, atau mempunyai arti keamanan dari Allah Swt. baginya atau kerukunan antar sesama manusia yang seide untuk bisa mencapai keselamatan bersama, ada pun mengucapkan lafadz salam maka hukumnya adalah sunah dan menjawabnya hukumna wajib. Baik itu dari salamnya ahlul kitab kepada kita yang mempunyai arti beda, bukan lafadz assalam tapi assam, maka tetap untuk bisa kita jawab dengan jawaban yang sama dari apa yang diucapkan orang sebelumnya, dari lafadz assalamu’alaikum dengan jawaban waalaikum salam. Begitu juga dari lafadz Assamu aaika juga dengan jawaban waalaika.
Pada makalah ini maka akan saya paparkan tentang macam-macam salam, baik dari salamnya malaikat ahlul kitab/ sesama muslim.
PEMBAHASAN
Memberi Salam
  1. Cara memberi salam
  1. Lafadz salam dan penghormatan
Ayat yang berkaitan tentang lafadz salam dan penghormatan
“Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.”
íN»n=yur íN»n=yur Ïmøn= tPöqtƒ t$Î!ãr tPöqtƒur ßNqßJtƒ tPöqtƒur ß]yèö7ム$wŠym ÇÊÎÈ (سورة المريم : 15)
Kata salam (سلا م  ) salam terambil dari akar kata (سلم  ( yang maknanya berkisar pada keselamatan dan keterhindaran dari segala yang tercela Thabathala’i bahwa makna kata ini mirip dengan makna kata aman hanya saja kata aman digunakan untuk menggunakan ketiadaan bahaya atau hal-hal yang tidak menyenangkan atau menakutkan seseorang pada tempat tertentu, sedang kata salam digunaklan untuk menggambarkan bahwa tempat dimana seseorang berada selalu ditemukan dalam keadaan yang sesuai dan menyenangkan. Penggunaan bentuk nakiroh pada kata salam, yakni tidak menggunakan bentuk alif dan lam ( السّلم ) untuk mengisyaratkan berapa besar dan banyak salam dan kedamaian itu.1
Ucapan selamat disampaikan Allah kepadanya yaitu, ketika pertama kali dia melihat dunia, ketika pertama kali dia melihat surga dan neraka.
Dikhususkannya tiga tempat ini tidak lain karena ditempat-tempat itulah hamba sangat membutuhkan keridhaan Tuhannya, karena kelemahan, kebutuhan, kekurangan pikiran, dan kebutuhannya kepada kasih saying dan belas kasihan tuhan.2
  1. Ucapan Salam Ahlul Kitab
öNs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# (#qåkçX Ç` 3uqôf¨Z9$# §NèO tbrߊqãètƒ $yJÏ9 (#qåkçX çm÷Ztã šcöqyf»oYoKtƒur ÉOøOM}$$Î/ Èbºurôãèø9$#ur ÏMuÅÁ÷ètBur ÉAqߧ9$# #sŒÎ)ur x8râä!%y` x8öq§ym $yJÎ/ óOs9 y7ÍhŠptä ÏmÎ/ ª!$# tbqä9)tƒur þÎû öNÍkŦàÿRr& Ÿwöqs9 $uZç/Éjyèムª!$# $yJÎ/ ãAqà)tR 4 öNßgç6ó¡ym æL©èygy_ $pktXöqn=óÁtƒ ( }§ø©Î7 玍ÅÁyJø9$# ÇÑÈ 
Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang Mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka Mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul. dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?" cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. Al-Mujadalah : 8)
öNs9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# (#qåkçX Ç` 3uqôf¨Z9$# §NèO tbrߊqãètƒ $yJÏ9 (#qåkçX çm÷Ztã
Telah diriwayatkan, bahwa orang-orang Yahudi, bila ada seorang sahabat Nabi Saw. yang lewat mereka duduk berbisik-bisik diantara sesama mereka, sehingga  orang mu’min itu mengira bahwa mereka berbisik untuk membunuh atau untuk berbuat yang tidak baik terhadapnya. Sehingga bila orang mu’min itu melihat yang demikian dia akan merasa takut kepada mereka. Lalu membiarkan mereka begitu saja, maka nabi Saw. Melarang mereka dari perbuatan seperti itu. Tetapi mereka tidak mau berhenti bahkan bisikan-bisikan itu kembali, lalu Allah menurunkan ayat ini.
Kemudian Allah menjelaskan apa yang mereka percakapkan dengan berbisik-bisik itu. Firman-Nya:
 šcöqyf»oYoKtƒur ÉOøOM}$$Î/ Èbºurôãèø9$#ur ÏMuÅÁ÷ètBur ÉAqߧ9$#
Mereka membicarakan diantara sesama mereka apa yang berupa dosa dan membawa bencana kepada mereka sendiri dan apa yang berupa pelanggaran terhadap orang-orang mu’min, serta saling berpesan untuk menyalahi Rasul Saw.
Kemudian Allah menyebutkan kejahatan lain yang dilakukan mereka. Firmn-Nya:
#sŒÎ)ur x8râä!%y` x8öq§ym $yJÎ/ óOs9 y7ÍhŠptä ÏmÎ/ ª!$#   
Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim serta yang lain, dari ‘Aisyah, bahwa sejumlah orang dari kaum Yahudi datang kepada Rasulallah Saw. Lalu mereka mengatakan, “As-samu’alaika ya Aba ‘I-qisim” maka Rasulallah Saw. Menjawab: “Wa’alaikum” (juga bagi kaum)
Berkata ‘Aisyah: aku tanyakan waalaikum salam, wa la’ana kamu ‘l-lah wa ghadhiba ‘alaikum?” (kematian juga bagimu. Allah mengutukmu dan memurkamu?) Rasulullah Saw. menjawab: “Wahai ‘Aisyah, bersikap lembutlah. Jauhi olehmu kekerasan dan kekejian”. Aku berkata, “Tidakkah engkau mendengar mereka mengatakan as’am (kematian)?. Rasulullah Saw. Menjawab, “Tidakkah engkau juga mendengar aku mengatakan wa’alaikum (juga bagi kamu)?” maka Allah ta’ala menurunkan:
#sŒÎ)ur x8râä!%y` x8öq§ym $yJÎ/ óOs9 y7ÍhŠptä ÏmÎ/ ª!$# tbqä9)tƒur þÎû öNÍkŦàÿRr& Ÿwöqs9 $uZç/Éjyèムª!$# $yJÎ/ ãAqà)tR 4 
Mereka melakukan yang demikian ini, menyelewengkan pembicaraan yang mereka katakana dan menyamarkan salam (penghormatan) dengan maksud untuk mencaci. Mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri. “seandainya dia (Muhammad) adalah seorang Nabi yang benar, tentulah kami disiksa Allah karena apa yang kami katakana, sebab Allah mengetahui apa yang kami rahasiakan. Seandainya dia adalah seorang nabi yang benar, tentulah Allah akan menyegerakan kepada kami siksa di dunia.
 Maka Allah menjawab mereka itu dengan firman-Nya:
4 öNßgç6ó¡ym æL©èygy_ $pktXöqn=óÁtƒ ( }§ø©Î7 玍ÅÁyJø9$# ÇÑÈ  
Sesungguhnya jahanam dan siksa pedih yang ada didalamnya itu cukuplah untuk menghukum dan menyiksa mereka dan siksaan mereka ditunda hingga hari ini.3
Sebagai hasil dari bisik-bisik, pertemuan rahasia yang penuh dendam dan dosa, memupuk permusuhan, ialah mereka sengaja menemui Rasulullah Saw. bukan dengan maksud yang baik, melainkan karena hendak mempertontonkan rasa kebencian itu dengan mengucapkan kata-kata yang pada lahirnya memberi hormat, padahal dalam batinya berisi penghinaan atau kutukan.
Tuhan telah mengajarkan bagaimana cara hormat menghormati di antara sesama manusia dan bagaimana pula mengucapan selamat atau salam kepada seseorang yang patut dihormati. Contoh-contoh salam itu telah ditunjukkan oleh Rasulullah. Yang terkenal ialah “Assalamu’alikum” yang berarti moga-moga selamat sejahtera atau damai meliputi tuan! Tetapi kata Assalam kalau disingkat dihilangkan lamnya tinggal Assaam menjadi buruklah artinya. Dia berarti celaka. Dia pun berarti mampus. Dia pun berarti racun.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Aisyah r.a., bahwa Aisyah pernah berkata; “pada suatu hari orang Yahudi masuk menemui Rasulullah Saw. Lalu diucapkannya:“Assamu’alaika ya Abal Qasim!”
السام عليك يا ابا القاسم
Yang berarti “ Kecelakaan atas kamu wahai Abal Qasim!.
Lalu dijawab oleh ‘Aisyah: “Wa’alaikumus Saam.” Yang berarti kamu pun celaka pula.
Dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Anas bin Malik, pada suatu hari datang pula seorang Yahudi ke dalam majlis Rasulullah yang sedang duduk dikelilingi oleh sahabat-sahabat beliau. Lalu Yahudi itu mengucapkan salam. Salam itu disambut oleh sahabat-sahabat nabi dengan baik. Lalu Rasulullah Saw. Bertanya kepada mereka: “mengertikah kalian apa yang dia ucapkan?” mereka menjawab: “Dia mengucapkan salam, ya Rasulullah!”
Lalu Nabi bersabda: “bahkan dia mengucapkan Saam ‘alaikum, “(matilah kalian!) atau: Celakalah agama kalian!!
Maka Rasulullah menyuruh panggil orang Yahudi itu kembali dan beliau Tanya: “Bukankah engkau mengucapkan Saam’alaikum tadi?”
Yahudi itu menjawab: “Benar”
Kemudian bersabdalah Rasulullah Saw. Kepada sahabat-sahabatnya:
اذا سلم عليكم أحد من أهل الكتاب فقولوا عليك
“Apabila seorang ahlil kitab mengucapkan salam kepada kamu, jawablah “Alaika!” (Atas engkau!).”
Hadits ini berasal dari riwayat Anas dalam bilangan Hadits yang shahih. Oleh sebab itu maka Imam Malik menfatwakan kalau ahlul kitab mengucapkan salam bolehlah salamnya itu dijawab dengan “Alaika” atau “alaikum”.
“dan mereka katakana dalam hati mereka: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita dengan sebab apa yang telah kita katakana itu?” Artinya ialah bahwa mereka berkata dalam hati kalau memang Muhammad itu Nabi, tentu kehormatanya dijaga oleh Tuhan. Sekarang kita telah mengatakan kepadanya ucapan salam yang bukan salam. Pada lahirnya ucapan sebagai tanda hormat pada batinya dia mengutuk agar dia celaka atau mampus.4
  1. Ucapan Salam Malaikat
íN»n=y /ä3øn= $yJÎ/ ÷Län÷Žy9|¹ 4 zN÷èÏYsù Ót<ø)ãã Í#¤$!$# ÇËÍÈ
 “ (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”
سالم عليكم  “keselamatan atas kalian”, maksudnya adalah para Malaikat berkata, “Salamualaikum,”dengan menyembunyikan perkataan “kalian telah selamat dari musibah dan ujian.”
Ada yang mengatakan, ucapan tersebut adalah doa dari para malaikat bagi mereka, agar abadi dalam keselamatan di surga walaupun pada dasarnya mereka sudah selamat. Maksudnya adalah, Allah Swt. telah memberikan keselamatan bagi kalian. Kalimat berita bermakna doa, yang juga mengandung pengakuan peribadatan.
بماصبرتم   makdudnya adalah dikarenakan kesabaranmu. Lafazh ما  digabung dengan kata kerja (fi’il) bermakna mashdar, sedangkan huruf ba’ pada lafaz بما   berhubung dengan makna عليكم سلم. Boleh juga dikaitkan dengan lafaz yang tidak disebutkan, yakni kemuliaan ini muncul karena kesabaran kalian, dalam menunaikan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Demikian pendapat yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair.
Ada yang mengatakan, disebabkan kekafian yang kalian alami selama di dunia. Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Abu Imran Al Juwaini.
Ada juga yang mengatakan, karena telah berjuang di jalan Allah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian siapa dari hamba Allah yang masuk surga?.” Rasulullah Saw. bersabda,”Orang-orang yang berjuang di jalan Allah dan terkepung oleh musuh, lalu mendapatkan kesulitan dan salah seorang di antara mereka wafat dalam keadaan tidak mampu menunaikan hajatnya. Maka malaikat akan membawa mereka ke dalam surga masuk setiap pintunya seraya berkata, ‘keselamatan atas kalian dikarenakan kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” Muhammad bin Ibrahim berkata, “Rasulullah Saw. selalu menziarahi kuburan para syuhada setiap penghujung tahun, dan setiap saat berziarah, Rasulullah Saw. bersabda, “Keselamatan atas kalian dikarenakan kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”
Demikian pula tindakan yang dilakukan Abu Bakar RA, Umar RA dan Utsman RA.
Al Baihaqi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah Saw selalu menziarahi kuburan para shuyada. Setelah sampai di liangnya Rasulullah Saw bersabda, ‘Keselamatan atas kalian dikarenakan kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu’. Demikian pula yang dilakukan Abu Bakar RA sewafatnya Rasulullah Saw, Umar RA sesudah Abu Bakar RA, dan Ustaman RA sesudah Umar RA.”
Al Hasan berkata, بما صبرتم   maksudnya adalah, disebabkan kesabaranmu dalam melaksanakan ketaatan yang wajib hukunya dan menjauhi perbuatan dosa. Demikian pendapat yang dikatakan oleh Al Fuadhail bin Iyadh bin Zaid. Ada juga yang mengatakan   بماصبرتم  maksudnya adalah, disebabkan kesabaranmu atas apa-apa yang kamu senangi dan kini kamu kehilangan.
Ada kemungkinan makna ketujuh,   بماصبرتم   adalah, disebabkan kesabaranmu untuk tidak mengikuti keinginan hawa nafsu.
Diriwayatkan dari Abdullah bin As-Salam dan Ali bin Husain, bahwa keduanya berkata. “Pada hari kiamat kelak seorang penyeru berseru, ‘Bangkitlah orang-orang yang sabar’. Maka berdirilah sekelompok manusia. Lalu dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian ke dalam surga’. Mereka kemudian berangkat dan bertemu para malaikat, da mereka bertanya, ‘Hendak kemana kalian?’ Mereka menjawab, ‘ke surga’. Para malaikat bertanya ‘Sebelum dihisab?’ Mereka menjawab, ‘Ya’. Para malaikat bertanya, ‘Siapakah kalian?’ Mereka menjawab ‘kami adalah orang –orang yang sabar’. Para malaikat bertanya, ‘atas dasar apa kalian bersabar?’ Mereka menjawab ‘Kami bersabar untuk terus melaksanakan perintah-perintah-Nya, bersabar untuk terus menghidarlam diri dari larangan-larangan-Nya dan bersabar atas musibah serta ujian yang menimpa kami selama di dunia’.
Ali bin Husain berkata, “seorang malaikat berkata kepada mereka ‘Masuklah kalian ke dalam surga, maka itu adalah nikmat ganjaran bagi orang-orang yang berbuat amal kebajikan.”
Ibnu As-Salam berkata, “seorang malaikat berkata: سلم عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار‘(Seraya mengucapkan), “keselamatan atas kalian, dikarenakan kesabaranmu”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu’,maksudnya adalah, alangkah nikmatnya balasan di dalam surga itu. Di dalamnya kamu beramal dan di dalamnya kamu memperoleh balasan sesuai dengan kesabaranmu. Dengan demikian berdasarkan makna ini, kata   عقبى   adalah ism dan   الدار    adalah dunia.”
Abu Imarn Al Juwaini berkata, “    فنعم عقبى الدار    bermakna alangkah nikmatnya surga di banding neraka”.
Diriwayatkan juga dari Abu Imarn Al Juwaini, dia berkata, فنعم عقبى     الدار  bermakna alangkah nikmatnya surga disbanding dunia.”5
والملائكة يدخلون عليهم من كل باب
Para malaikat masuk dari sana sini ke tempat mereka untuk mengucapkan salam dan menyampaikan ucapan selamat dengan masuknya mereka ke dalam surga, menetap di negeri keselamatan dan berada di dekat orang-orang benar (sidiqin) para Nabi, dan para Rasul yang mulia.
سلام عليكم بما صبرثم
Para malaikat itu masuk sambil berkata, selamatkanlah kalian dari berbagai ketidak senangan dan ketakutan yang meliputi orang-orang selain kalian, karena kalian telah bersabar dalam menanggung kesulitan dan penderitaan yang kalian alami di dunia.”
“maka sebaik-baik kesudahan dunia adalah surga   فنعم عقبى الدار
Apa yang diucapkan Rasulullah ketika mendatangi kuburan, Ibnu Jarir mengeluarkan riwayat:
ان النبى صلى الله عليه وسلم كان يأتى قبور الشهداء على رأس كل حول فيقول : سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار
“Nabi Saw mendatangi kuburan Syuhada’ pada permulaan setiap tahun, seraya mengucapkan: semoga kesejahteraan di limpahkan kepada kalian, karena kalian telah bersabar; maka sebaik-baik kesudahan dunia adalah surga”.6
  1.  Menjawab Salam
#sŒÎ)ur LäêŠÍhãm 7p¨ŠÅstFÎ/ (#q–Šyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydr–Šâ 3   
Apabila seseorang mengucapkan selamat kepada kalian dengan suatu ucapan selamat,maka balaslah ia denngan ucapan yang serupa atau dengan ucapan yang lebih baik dari padanya. Maka jika ada orang yang mengucapkan  “as-salamualaikum “ ucapakanlah walaikum’salam atau ditambahwaroh matullahiwabarokatu apabila ucapan selamat itu asalamualaikumwarohmatullah, maka jawablah warohmatullahiwabarokatuh. Demikianlah hendaknya balasan orang yang menjawab lebih orang yang memulai satu kata atau lebih.
Jawaban yang baik kadang-kadang bisa dilakukan  dengan makna maupun cara penyampaiannya, meskipun dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang yang memulai atau lebih pendek dari itu. Jika ada orang yang mengucapakan kepada anda asalamualaikum dengan suara rendah yang menunjukan kurangnya perhatian, lalu anda membalas dengan waalaikumsalam dengan suara yang lebih keras dan penyambutan yang menujukan besarnya perhatian, penyambutan dan penghormatan, berarti anda telah membalasnya dengan ucapan selamat yang lebih baik , dilihat dari sifatnya , meskipun kata-katanya sama.
Ringkasnya, jawaban terhadap ucapan selamat mempunyai dua martabat: yang paling rendah ialah jawaban dengan yang sebanding. sedangkan yang paling tinggi ialah jawaban dengan yang lebih baik daripadanya. Orang yang menjawab bebas memilih antara keduanya . Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas , bahwa Rasullullah Saw . bersabda :
من سلم عليك من خلق الله فاردو عليه وان كان مجوسيا, فان الله يقول (واذا حييتم بتحية فحيوا باحسن منها اوردوها)
Barang siapa diantara mahluk Allah mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah ia, meskipun dia seorang yang beragama Majusi, Allah berfirman, apabila kalian diberi penghormatan, maka balasannya penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balasan penghormatan itu (dengan yang serupa)”.
Barang siapa mengucapkan As-Salamu ‘alaikum kepada musuhnya, berarti dia telah mengamankan dirinya. Orang-orang Arab dahulu memaksudkan makna ini sebagai salah satu perangainya. Akan tetapi, kaum muslimin sekarang tidak suka bila ada kaum lain mengucapkan selamat kepada mereka dengan As-Salam, sebagaimana tidak suka membalas salam kepada selain muslim. Seakan-akan mereka lupa bahwa apabila adab-adab Islami diperlukan, maka mereka akan mengetahui keuntungan Islam, dan akan mendorong mereka untuk memeluknya.
Disunnahkan, hendaknya orang yang datang mengucapkan salam kepada orang yang didatangi, dan apabila dua orang bertemu, hendaknya yang lebih tua atau lebih mampu memulai ucapan salam. Di dalam Ash-Shahibin dikatakan:
يسلم الركيب على الماشى على القاعد والقليل على الكثير
Hendaknya orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak”.
Diriwayatkan:
ان النبي صلى الله عليه وسلم مر بصبيان فسلم عليهم
Artinya: “Bahwa Nabi Saw. Berlalu pada anak-anak kecil lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka.”
At-Tirmidzi meriwayatkan:
انه مر بنسوة فأوماء بيده با التسليم.
Artinya: “Bahwa beliau berlalu pada kaum wanita, lalu beliau memberikan isyarat salam dengan tangannya”.
Di dalam Ash-Shahihain diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
ان افضل الاسلام وخيره اطعام الطعام وان تقرأ السلام على من كرفق ومن لم تقرف
Artinya: ”Sesungguhnya Islam yang paling utama dan paling baik ialah memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang telah engkau kenal maupun belum engkau kenal.”
Hakim meriwayatkan sabda Rasulullah Saw. :
افشو السلام تسلموا
Artinya: “Sebarkanlah salam, niscaya kalian selamat”
ان الله على كل شئ حسيبا
Artinya: “Sesungguhnya Alah ta’ala mengawasi kalian dalam memelihara hubungan diantara kalian dengan saling mengucapkan salam dan memperhitungkan perbuatan kalian itu.”
Ayat ini menunjukkan kepada penekanan perintah mengadakan hubungan ini diantara manusia dan kewajiban membalas penghormatan kepada orang yang mengucapkan salam dan penghormatan kepada kita.7
#sŒÎ)ur LäêŠÍhãm 7p¨ŠÅstFÎ/ (#q–Šyssù z`|¡ômr'Î/ !$pk÷]ÏB ÷rr& !$ydr–Šâ 3 ¨) ©!$# tb%x. 4n? Èe@ä. >äóÓx« $·7ŠÅ¡ym ÇÑÏÈ
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”
Firman Allah ta’ala: Adalah Allah Maha Memelihara segala sesuatu”, Muqita artinya Maha Memelihara. Ada pula yang mengartikan Maha Menyaksikan, ada yang mengartikan ‘Maha Memperhitungkan’. Firman Allah ta’ala, : Apabila kamu diberi suatu penghormatan, maka balaslah dengan penghormatan yang lebih baik darinya seorang muslim menyampaikan salam kepadamu, maka jawablah dengan salam yang lebih utama dari pada yang telah diberikannya atau jawablah dengan salam yang sama. Penambahan salam adalah sunnah,sedang menjawab dengan salam yang salam adalah fardhu.
Ibnu Jarir  meriwayatkan dari Salman al-Farisi, dia berkata  “Ada seseorang datang kepada Nabi Saw. Sambil mengatakan, ‘Assalamu’alaikum ya Rasulullah’, maka Nabi menjawab, “wa’alaikas salaam warahmatullah”. Kemudian datang lagi yang lain dan mengatakan ‘Assalamu’alaika, ya Rasulullah Warahmatullah wabarakatuh,” Maka Nabi menjawab “Wa’alaika” Maka orang itu bertanya : “Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku, si Fulan dan si Fulan datang kepada engkau yang lebih banyak dari pada jawaban yang diberikan kepadaku.mengapa? Maka beliau bersabda,: “karena kamu tidak menyisahkan sedikit pun untuk jawabanku. Allah ta’ala berfirman, ‘Jika kamu diberi salam dengan suatu salam, maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau jawablah salam yang sama.” Maka kami menjawabnya dengan ‘alaika”
Hadits ini menunjukkan bahwa di dalam salam tiada lagi penambahan kecuali seperti ini “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi itu, niscaya Rasulullah Saw menambahinya. Jika seorang muslim menyampaikan salam secara penuh seperti yang disyariatkan dalam memberi salam, maka jawablah dengan salam yang sama dengan salam yang dia sampaikan. Dan janganlah memulai apalagi menambahinya kepada ahli dzimmi. Namun jawablah salam mereka dengan ketentuan seperti yang ditegaskan dalam sahihain dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
اذا سلم عليكم اليهودي فانما يقول احدهم : السلم عليكم فقل : وعليك (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Jika orang Yahudi memberi salam kepadamu, maka sesungguhnya di katakana olehny ialah ‘assamu alaikum’ (mampuslah kamu) maka jawablah ‘waalaika (semoga menimpa kamu)”, (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas berkata: “Jika ada mahluk Allah yang memberi salam kepadamu maka jawablah salamnya walaupun dia seorang Majusi. Hal ini karena Allah berfirman, “Maka jawablah dengan salam yang lebih baik dari padanya atau balaslah dengan salam yang sama”. Hasan Basri bersabda: “Memberi salam hukumnya sunnah, sedang menjawabnya wajib”. Pendapat ini pula yang dikemukakan oleh para ulama terkemukakan yaiitu bahwa menjawab salam wajib diberikan oleh setiap orang yang menerima salam. Jika dia tidak menjawab, maka berdosa sebab dia menyalahi perintah Allah yang berbunyi, “Maka jawablah dengan salam yang lebih baik dari padanya atau balasan dengan salam yang sama”. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda (799), “Demi Dzat yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, kamu tidak akan masuk surga hingga kamu beriman dan tidak dikatakan masuk surga hingga kamu saling mencintai.maukah kamu kutunjukkan pada suatu yang apabila kamu mengerjakanya, niscaya kamu saling mencintai? Masyarakatkanlah salam diantara kamu”.
Firman Allah ta’ala, “Allah, Tiada Tuhan melainkan Dia” merupakan pemberitahuan untuk meng ESA kan dan mentauhidkan ketuhanan-Nya dari seluruh mahluk. Penggalan ini mengandung sumpah yang diutarakan dalam ayat , “Sungguh Dia akan mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak diragukan lagi adanya,. “Lam” disitu menunjukkan sumpah. Firman Allah “Allah tiada Tuhan melankan Dia” merupakan berita dan sumpah bahwa dia akan mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang kemudian dalam satu tataran, lalu setiap orang akan dibalas menurut amalnya. Firman Allah, “Siapakah yang lebih benar perkataanya dari pada Allah? Yakni, tidak ada seorang pun yang lebih benar perkataan, berita, janji, dan ancamanya selain Allah, maka tiada Tuhan melainkan Dia dan tiada Rabb selain Dia.8
KESIMPULAN
Jadi dapat saya simpulkan bahwa hukum mengucapkan salam itu sunnah dan menjawabnya hukumnya adalah wajib. Allah SWT telah memerintahkan barang siapa diberi salam,maka jawablah salam itu dengan baik atau yang lebih baik.
Salam yang diperintahkan oleh agama islam yaitu “ Assalamu’alaikum” dan dijawabnya dengan “wa’alaikumussalam warahmatullah”. Setidaknya dengan kita mengetahui ini,kita bias tahu bagaimana sangatlah baik sekali bila semua orang menerapkan ini. Sekian dari saya. Semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Ø  Sihab, M. Quraisy. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati
Ø  Mustofa, Ahmad. 1993. Tafsir Al Maraghi. Semarang: PT Karya Toha Putra
Ø  Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas
Ø  Arrifa’i, M. Hasib. 1999. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Press
Ø  Syekh Imam Al Qurtubi. 2008. Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam


[1]. Muhammad Qurais Syihab “Tafsir Al Misbah  juz 9” Jakarta : (lentera hati. 2002, hlm.108)
2. Ahmad musthofa al Maroghi, “Tafsir al Maraghi juz 20” (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 61
3. Ahmad Mustofa al Maraghi, Tafsir al Maraghi” (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993) hlm. 18
4. Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 22
5.  Syekh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurtubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 733

6. Ahmad Mustofa al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993), hlm. 164
7. Ahmad Mustofa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993) hlm. 181
8. Ahmad Mustofa al Maraghi, Tafsir al Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1993) hlm. 181


Tidak ada komentar: